opini

Jabatan Fungsional dan Sistim Patriarki dalam Pemerintahan

Selasa, 15 Februari 2022 | 18:34 WIB
Munawar Khalil

Penulis : Munawar Khalil, ASN Lingkup Pemkab Barut

Patriarki merupakan sebuah sistem dalam agama dan budaya ketimuran yang menempatkan laki-laki dewasa pada posisi sentral atau yang terpenting. Sementara yang lainnya seperti istri dan anak diposisikan sebagai pendamping.

Dalam manajemen pemerintahan sebenarnya sistim patriarki ini juga berlaku. Yaitu menempatkan pihak lain sebagai pembantu, pelayan, pendamping, dan pendorong kelompok otoritarian untuk mencapai puncak piramida kebutuhan.

Sangat umum diketahui, hampir setengahnya APBD kita rata-rata untuk membiayai operasional dan gaji pegawai. Kenapa beban membiayai pegawai itu besar? Karena jumlahnya banyak. Kenapa harus banyak? Karena kualitasnya rendah. Mengerjakan 1 pekerjaan yang bisa dikerjakan oleh 1 orang, harus diselesaikan 10 orang.

Kedua, rekruitmen aparatur seringkali tidak selektif. Ada yang berkualitas baik misalkan 10%, kelompok ini ketika masuk dalam birokrasi akan ikut sistim 90% yang kualitasnya rendah tadi. Sebabnya, mereka tidak diberikan ruang untuk berkembang. Apalagi 'pergerakan' individu yang 10% tadi biasanya punya kecenderungan melibas eksistensi dan pemasukan kelompok otoritarian.

Ketiga, adanya paradigma aparatur yang berkaitan dengan suatu sistim bahwa; tugas mereka menghabiskan anggaran, bukan mencari. Karena regulasi dan patokan mendapat anggaran lebih di tahun berikutnya adalah serapan anggaran di tahun sebelumnya.

Keempat, organisasi pemerintahan kita itu sangat sering mengadakan kegiatan berbasis formil materil, tidak efektif, dan sekedar menjalankan program tanpa ada sasaran serta hasil yang jelas. Dan itu memerlukan waktu serta biaya yang tidak sedikit.

Apakah ada yang punya catatan misalnya, berapa persentase usulan Musrenbang yang disetujui yang menjadi basis penyusunan anggaran pembangunan sampai ia menjadi DPA? Jadi yang dimaksud sasaran sebenarnya ya itu. Bukan sekedar menjalankan program.

Untuk itulah, perubahan penyetaraan jabatan dari struktural ke fungsional sebenarnya menyasar problem-problem seperti di atas. Hanya saja kelemahannya ada pada penempatan. Jika penempatannya tidak berbasis kompetensi, maka tidak ada value yang bisa diharapkan. Andai ada mungkin sifatnya sangat gradual. Artinya perubahan fundamental itu tidak akan ada dalam waktu yang singkat.

Begitulah, selama puluhan tahun kita bolak balik, berputar tidak banyak mengalami perbaikan. Apa sebabnya? Karena rendahnya kinerja. Pemerintah menghabiskan begitu banyak anggaran untuk membayar aparatur yang kualitasnya pas-pasan, tapi jumawa dan sibuk dengan banyaknya program tanpa sasaran.

Pekerjaan-pekerjaan yang seharusnya bisa dikerjakan dengan sedikit orang, harus dikeroyok beramai-ramai. Padahal, pekerjaan aparatur itu hampir 99% bersifat repetisi, alias mengulang itu-itu saja tiap tahun.

Tulisan dan foto merupakan tanggungjawab penulis.

Terkini

Japan Open 2023 : Jonatan Christie Runner-up

Minggu, 30 Juli 2023 | 23:09 WIB

Pengaruh Penjadwalan Jangka Pendek Pada UMKM

Senin, 26 Desember 2022 | 08:48 WIB

WACANA KOALISI SEMUT MERAH

Senin, 20 Juni 2022 | 05:59 WIB

Pemilu Dan Integrasi Politik

Jumat, 17 Juni 2022 | 13:09 WIB

Perseteruan Dengan Alam Semesta

Kamis, 24 Maret 2022 | 08:01 WIB