KALTENGLIMA.COM - Yuan China akan menggantikan dolar Amerika Serikat (AS) sebagai mata uang utama perdagangan Rusia. Perubahan ini terjadi sebagai akibat dari sanksi baru yang dikenakan Barat terhadap Rusia.
Alexandra Prokopenko, peneliti di Carnegie Russia Eurasia Center, mengatakan bahwa meskipun masih panjang jalan sebelum dominasi dolar benar-benar terancam, tren menuju fragmentasi sistem keuangan global saat ini tidak dapat diubah.
Pernyataan ini dikutip dari Business Insider pada Minggu (23/6/2024), menyusul pengumuman serangkaian sanksi baru AS awal bulan ini yang bertujuan memberikan tekanan besar pada keuangan Moskow.
Baca Juga: AHY Jadi Saksi Dipernikahan Beby Tsabina dan Rizki Natakusumah
Salah satu targetnya adalah Bursa Moskow dan entitas besar lainnya yang memfasilitasi transaksi mata uang.
Sebagai tanggapan, Bursa Moskow (Moex) membatasi pertukaran dolar dan euro, yang secara efektif menghentikan sumber utama akses orang Rusia terhadap mata uang Barat.
Prokopenko menambahkan bahwa ini akan memaksa orang beralih ke pasar antarbank dan pasar over-the-counter yang lebih mahal.
Baca Juga: Sohibul Iman Maju Jadi Cagub di Pilgub Jakarta Disusung PKS
Mengingat sanksi yang semakin rumit terhadap para dealer, hal ini dapat menciptakan nilai tukar rubel yang beragam.
Secara keseluruhan, ini kemungkinan akan memperburuk volatilitas rubel dan membuat penggunaannya dalam perdagangan luar negeri menjadi lebih sulit. Sebaliknya, mata uang yang lebih stabil akan mendapatkan keuntungan.
Prokopenko memprediksi bahwa sanksi baru ini akan menjadikan yuan sebagai mata uang utama untuk perdagangan dan penyelesaian di Rusia secara permanen.