KALTENGLIMA.COM - Ketegangan antara India dan Pakistan kembali memuncak menyusul serangan mematikan terhadap wisatawan di Pahalgam, wilayah Jammu dan Kashmir yang dikuasai India, yang menewaskan 26 orang pada 22 April.
Sebagai tanggapan, pemerintah India pada 23 April mengumumkan penangguhan Perjanjian Air Indus yang sebelumnya mengatur pembagian air dari enam sungai di kawasan Indus.
Keputusan ini diambil setelah rapat Komite Kabinet untuk Urusan Keamanan yang dipimpin langsung oleh Perdana Menteri Narendra Modi.
Baca Juga: Jabatan Wakil Presiden Palestina Disetujui, Siapa yang Akan Dipilih?
Selain menangguhkan perjanjian tersebut, India mengambil sejumlah langkah diplomatik lainnya. Pemerintah mengusir penasihat militer Pakistan, mengurangi jumlah staf di kedutaan besar Pakistan di New Delhi, serta menghentikan penerbitan visa untuk warga Pakistan yang sebelumnya diterbitkan dalam kerangka kerja sama regional SAARC.
Bahkan, layanan visa ke Pakistan ditangguhkan sepenuhnya, dan warga India yang sedang berada di Pakistan diminta untuk segera kembali ke tanah air. Satu-satunya gerbang perbatasan darat di Wagah-Attari pun ditutup.
Menanggapi kebijakan India, pemerintah Pakistan mengecam penangguhan Perjanjian Air Indus sebagai tindakan sepihak yang tidak sah menurut perjanjian yang dimediasi Bank Dunia pada 1960.
Baca Juga: Kasus Kanker Serviks Capai 36 Ribu, Kemenkes Tekankan Pentingnya Deteksi Dini
Islamabad menganggap langkah tersebut berisiko tinggi dan memperingatkan bahwa pengalihan aliran air oleh India akan dianggap sebagai tindakan permusuhan.
Selain itu, Pakistan menangguhkan Kesepakatan Simla 1972 yang selama ini menjadi dasar bagi pengelolaan konflik Kashmir dan hubungan bilateral.
Pemerintah Pakistan juga mengambil langkah serupa dengan mengusir atase pertahanan India, mengurangi staf diplomatik, menutup perbatasan, menghentikan perdagangan bilateral, serta menangguhkan visa untuk warga India—kecuali untuk ziarah keagamaan umat Sikh—dan menutup wilayah udara Pakistan bagi pesawat India.