internasional

Menlu Rusia Lavrov : Moskow Kuatir Kemungkinan Perang Nuklir

Jumat, 11 Maret 2022 | 09:42 WIB
Menlu Rusia Sergei Lavriv menyatakan, kekuatiran tetang potensi perang nuklir, saat invasi Rusia ke Ukraina masih berlanjut (foto.vixabay)

kaltenglima.com - Dampak dan perkembangan invasi Rusia ke Ukraina masih menjadi analisa banyak negara. Semua pihak bertanya kapan ujung dari perang ini.

Langkah diplomasi dirintis berbagai negara, baik dari sisi Rusia maupun sekutu-sekutu Ukraina. Namun upaya tersebut belum membuahkan hasil. signifikan.

Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, mengungkapkan kekuatirannya tentang kemungkinan potensi perang nuklir, usai pertemuan dengan mitra Turki dan Ukraina di kota Antalya, Turki, Kamis (10/3/2022).

Lavrov mencatat mengkhawatirkan bagaimana negara-negara Barat terus mengacu pada penggunaan senjata nuklir dan potensi awal perang dunia ketiga. "Tapi kami tidak pernah membicarakannya," kata Lavrov seperti dikutip dari telusurenglish.net.

Rusia menyoroti ketika situasi Ukraina meningkat dalam beberapa bulan dan minggu terakhir, Barat, terutama anggota NATO, berbicara tentang penggunaan tanggapan terhadap krisis.

Menurut laporan oleh kantor berita TASS, pejabat Rusia menyarankan untuk mengadakan pertemuan trilateral, di mana para ahli dari Badan Energi Nuklir Internasional (IAEA) berpartisipasi, guna mengatasi masalah tersebut.

Lavrov menambahkan, konsekuensi lebih lanjut dari senjata yang telah diberikan ke Ukraina oleh Barat dapat berkembang di kemudian hari di seluruh Eropa.

Dia menyatakan negara-negara yang memasok persenjataan mematikan ke Ukraina, termasuk ribuan sistem rudal anti-pesawat portabel, bertindak berbahaya. Menlu juga bersikeras bahwa Rusia menuntut penjelasan tentang AS termasuk ribuan sistem rudal anti-pesawat portabel.

Lavrov tidak percaya konflik di Ukraina akan berubah menjadi perang nuklir. Tapi, memperingatkan AS dan Eropa bahwa Moskow tidak pernah lagi bergantung pada Barat.

Kini ekonomi dalam negeri Rusia menghadapi krisis paling parah sejak jatuhnya Uni Soviet pada 1991. Krisis dipicu sanksi berat negara Barat pada hampir seluruh sistem keuangan dan perusahaan negeri beruang merah. (*)

 

 

Tags

Terkini