dprd-barut

Kecam Mekanisme Kompensasi Lahan oleh PT NPR di Desa Karendan, Hasrat: Ini Menyalahi Aturan Hukum

Kamis, 23 Oktober 2025 | 07:11 WIB
Anggota DPRD Kabupaten Barito Utara, Hasrat, S.Ag, menegaskan bahwa mekanisme kompensasi lahan yang dilakukan oleh PT. Nusa Persada Resources menyalahi aturan dan dapat berdampak pada konsekuensi hukum serius. Foto-ist

MUARA TEWEH – Anggota DPRD Kabupaten Barito Utara, Hasrat, S.Ag, menegaskan bahwa mekanisme kompensasi lahan yang dilakukan oleh PT. Nusa Persada Resources (NPR) di Desa Karendan, Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah, dinilai tidak sesuai dengan hukum dan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.

Menurutnya, perusahaan tersebut telah melakukan pelanggaran dengan menyalurkan dana tali asih kepada Kepala Desa Karendan, bukan langsung kepada pemilik lahan yang sah.

"Langkah PT. NPR menyalurkan kompensasi kepada kepala desa bukan hanya tidak memiliki dasar hukum, tetapi juga melanggar asas kepastian hukum dan transparansi publik," tegas Hasrat, di Muara Teweh. Rabu, 22 Oktober 2025.

Ia menegaskan bahwa tindakan perusahaan tersebut melanggar ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, yang mewajibkan pembayaran kompensasi dilakukan langsung kepada pemilik hak atas tanah setelah melalui tahapan identifikasi, verifikasi, dan penetapan nilai yang adil.

Dari sisi tata kelola pemerintahan desa, Hasrat menyoroti bahwa tindakan PT. NPR juga melanggar Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa dan Permendagri Nomor 113 Tahun 2014. Aturan tersebut mewajibkan setiap penerimaan dan pengeluaran keuangan desa harus memiliki dasar hukum yang sah dan tercatat dalam APBDes.

"Dana kompensasi dari perusahaan pertambangan kepada masyarakat bukan bagian dari penerimaan resmi desa. Kepala desa tidak berwenang menerima, menyimpan, atau menyalurkan dana tersebut. Jika dilakukan, itu bisa dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang," terangnya.

Hasrat, menilai bahwa tindakan PT. NPR berpotensi menimbulkan konflik horizontal di masyarakat. Dalam situasi di mana kepemilikan lahan masih tumpang-tindih, penyaluran dana yang tidak transparan dan tanpa kejelasan hukum dapat menciptakan ketegangan sosial serta sengketa baru antarwarga.

"Kita tidak menolak investasi, tetapi kita menolak cara-cara yang melanggar hukum dan mengabaikan hak masyarakat. Pembangunan ekonomi harus berjalan dalam koridor keadilan dan supremasi hukum," ungkapnya.

Lebih lanjut, ia menilai tindakan PT. NPR bertentangan dengan asas-asas pemerintahan yang baik (AUPB) yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, terutama asas kepastian hukum, akuntabilitas, keterbukaan, dan proporsionalitas.

Menindaklanjuti persoalan ini, Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini mendesak Pemkab Barito Utara melalui Badan Pertanahan, Dinas Lingkungan Hidup, dan Inspektorat untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap praktik kompensasi lahan oleh PT. NPR di Karendan.

"Kami mendesak agar perusahaan menghentikan seluruh proses pembayaran melalui Kepala Desa. Kompensasi hanya boleh disalurkan secara langsung kepada masyarakat pemilik lahan yang sah, berdasarkan hasil verifikasi dan kesepakatan resmi yang disetujui kedua belah pihak," tutur Hasrat.

Ia menambahkan, jika PT. NPR tetap melanjutkan mekanisme tersebut, DPRD akan merekomendasikan evaluasi izin perusahaan dan meminta aparat penegak hukum untuk mengambil tindakan sesuai ketentuan yang berlaku.

"Kami akan memastikan masyarakat terlindungi dari praktik yang mengaburkan tanggung jawab hukum. Setiap rupiah hak rakyat harus sampai kepada penerima yang sah," tegasnya.

Hasrat, menjelaskan bahwa kompensasi lahan merupakan hak hukum masyarakat dan tidak dapat diwakilkan, dititipkan, atau dimediasi tanpa dasar legal yang jelas.

Halaman:

Terkini

Tok! APBD 2026 Barito Utara Rp3,2 Triliun Disahkan 

Jumat, 28 November 2025 | 15:28 WIB