Kaltenglima.com – Hingga kini ketersediaan minyak goreng (Migor) di pasaran lokal masih belum sebanyak sebelumnya.
Sejumlah pedagang juga mengaku tak mendapat jatah untuk mengecer minyak goreng kemasan yang ada. Kalau pun ada harganya masih tinggi. Minyak goreng kemasan ukuran 0,5 liter masih dijual Rp17 ribu.
Padahal pemerintah kembali menyesuaikan harga eceran tertinggi minyak goreng (HET) menjadi Rp11.500 per 1 Februari 2022. Ini menyusul pemberlakuan domestic price obligation atau DPO untuk pasokan minyak sawit mentah (CPO) dan olein ke pasar dalam negeri.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menjelaskan DPO untuk CPO ditetapkan sebesar Rp9.300 per kilogram (kg), sementara untuk minyak olein sebesar Rp10.300 per liter.
Lutfi lantas meminta para produsen untuk segera mempercepat penyaluran minyak goreng dan memastikan kekosongan stok tidak terjadi di tingkat eceran.
Dia juga mengatakan pemerintah akan menempuh langkah hukum yang tegas jika pelaku usaha tidak mematuhi ketentuan harga ini.
Namun kondisi itu berbeda dengan di lapangan. Di tingkat pdagang dan konsumen, cukup sulit memperoleh minyak dengan harga yang sudah ditetapkan itu.
“Minyak langka, kami juga nggak dapat minyak. Belum lagi harganya masih belum turun seperti kata pemerintah,” ucap Amang Udin pedagang kaki lima yang biasanya menjual bahan keperluan pokok (Bapok) di pinggir jalan RTA Milono Km 9, Palangka Raya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagperin) Kalimantan Tengah Aster Bonawaty sebelumnya juga mengatakan bahwa kebijakan pemerintah pusat tentang satu harga minyak goreng kemasan, Rp14.000 telah diterapkan di Kalteng terutama di ritel modern.
Hal ini memang sudah terlihat di sejumlah ritel modern. Sayang ketersediaannya pun terbabatas. Karyawan ritel mengaku, begitu minyak goreng tiba, biasanya langsung diserbu konsumen.
Hingga tak bertahan lama di meja pajangan. Jika konsumen tahu, maka tak sampai 2 jam, minyak kemasan ukuran 2 liter tersebut sudah habis.
“Pembelian minyak goreng kami batasi 1 konsumen, hanya boleh membeli 1 minyak kemasan ukuran 2 liter. Biasanya begitu minyak datang langsung habis,” terang Ica, karyawan ritel modern di RTA Milono, Palangka Raya.
Karena tingginya permintaan sementara ketersediaan minyak goreng belum memenuhi kebutuhan konsumen, maka beredarnya minyak goreng palsu alias oplosan pun mengancam. Minyak goreng palsu ini umumnya diolah dari minyak jelantah yang dioplos dengan minyak goreng baru, lalu dikemas ulang dan dijual dalam bentuk minyak curah.
Pentingnya kewaspadaan pun dilontarkan Sekretaris Komisi A DPRD Kota Palangka Raya Noorkhalis Ridha. Ia meminta masyarakat tetap waspada ketika membeli minyak goreng.
“Sebab belakangan ini ada kasus beredarnyaa minyak goreng palsu. Seperti yang terjadi daerah Kudus Jawa Tengah. Jangan sampai kasus serupa terjadi di Palangka Raya. Kita harap tidak ada yang melakukan tindakan tidak terpuji itu," tegasnya.