Kaltenglima.com - Kesakralan pesangrahan alias pertapaan Tjilik Riwut hingga kini masih melegenda di kalangan masyarakat Kalimantan Tengah (Kalteng). Khususnya bagi warga Kota Palangka Raya. Pertapaan Tjilik Riwut ini sendiri adalah bagian dari obyek wisata Bukit Batu, yang masuk teritorial Kabupaten Katingan, dengan ibukotanya Kasongan.
Tjilik Riwut juga dikenal sebagai Pahlawan Nasional asal Kalteng, yang dipercayai sebagai tokoh sakti oleh warga dan memiliki peran penting dalam masa perang kemerdekaan.
Wikipedia mencatat, penetapannya sebagai Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI No. 108/TK/Tahun 1998 pada tanggal 6 November 1998 merupakan wujud penghargaan atas perjuangannya pada masa kemerdekaan dan pengabdiannya dalam membangun Kalimantan Tengah. Putra tanah Dayak kelahiran 2 Februari 1918 ini juga menjadi Gubernur Kalimantan Tengah pertama (1959-1967). Bahkan namanya pun diabadikan sebagai bandar udara (Bandara) di Palangka Raya.
Bagi warga Katingan dan Palangka Raya, obyek wisata Bukit Batu ini menjadi salah satu destinasi sarat sejarah yang juga instagramable untuk berfoto. Keberadaan Bukit Batu yang berupa hamparan batu juga sulit dijelaskan secara geografis, menyimpan misteri tersendiri. Pasalnya, kawasan ini adalah hamparan dan tumpukan batu besar dan kecil yang membentuk bukit seluas lebih kurang setengah lapangan sepak bola. Batunya dominan warna hitam dan abu-abu, dan di beberapa bagian belang putih dengan bentuk-bentuk menarik.
Menurut legenda, batu ini berasal dari kahyangan, anak bidadari dan manusia yang telah dewasa dan dikembalikan lagi oleh ibunya ke bumi. Sumur kecil yang ada di halaman kompleks Bukit Batu (di luar area bukitnya) menjadi awal lahirnya legenda ini.
Diyakini di sumur ini para bidadari mandi, dan akhirnya satu orang bidadari berhasil dijadikan istri oleh seorang pemuda. Kisah ini memang mirip dengan legenda Jaka Tarub dan Dewi Sembadra dari tanah Jawa. Kawasan sumur inipun sekarang diberi pembatas, agar kelestariannya tetap terjaga. Bagi pengunjung yang ingin mencuci muka di sumur yang dipercaya mampu membuat wajah awet muda ini bisa minta izin pada petugas dari dinas pariwisata setempat.
Memang, mulai awal tahun 2013 Pemerintah Kabupaten Katingan mulai menata kawasan bersejarah ini dengan membangun lokasi parkir dan pusat cinderamata. Tarif parkir yang dipungut juga tidak mahal, untuk mobil hanya Rp5.000. Sedangkan untuk pengunjung hanya dimintai retribusi Rp3.000. Kawasan Bukit Batu
“Bagi yang ingin memberi sesaji, misalnya karena niatnya sudah dikabulkan juga kami persilahkan, asalkan izin dulu, karena pintu masuk ke area sumur memang di kunci,” terang seorang petugas perempuan yang biasa dipanggil Mina (panggilan untuk perempuan dewasa dalam Bahasa Dayak Ngaju, yang setara dengan sebutan Bibi).
Jika masuk dari arah pintu gerbang menuju ke lokasi pertapaan Tjilik Riwut maka adalah sejumlah batu yang harus dilalui.
Di bagian depan ada Batu Dewa yang diyakini kalau berhasil menaikinya sampai atas akan tercapai cita-cita. Begitu melewati pendopo dan balai keramat (tempat Tjilik Riwut meletakkan sesajen), maka akan sampai pada area utama Bukit Batu ini, yang akan disambut dengan tulisan “Petehku Isen Mulang, Tjilik Riwut” yang terukir di batu besar bernama Batu Penyang. Artinya “Pesanku Pantang Mundur”, seperti dilansir dari mytrip.co.id.
Yang menarik adalah Batu Teras Pambelum berbentuk piramid kecil yang bermakna “batu untuk menguatkan kehidupan”, yang merupakan pusat dari tempat ini. Siapa pun yang datang ke sini hendak semedi atau punya tujuan khusus, harus ke batu ini dulu, karena ibaratnya ini pintu masuk. Coba hentakkan kaki di sekitar batu ini, maka akan terdengar suara gaung dari bawah, sepertinya di bawah sana berongga.
Batu lain yang tak kalah menarik tentulah Batu Gaib/Pertapaan. Ada ceruk yang pas seukuran punggung, dan di sinilah Tjilik Riwut bertapa. Ada bekas telapak kaki Tjilik Riwut juga. Agak masuk lagi, ada ruangan sempit dengan atap rendah di antara bebatuan yang merupakan tempat istirahat Tjilik Riwut usai bertapa, yang disebut Batu Atap.
Artikel Terkait
Hilang, Jadi Harimau Gaib di Kerajaan Gunung Bondang