Orang dengan Stiff Person Syndrome (SPS) mungkin takut meninggalkan rumah karena suara-suara di jalan, seperti suara klakson mobil, dapat memicu kejang dan jatuh.
Stiff Person Syndrome (SPS) menyerang wanita dua kali lebih banyak daripada pria.
Stiff Person Syndrome (SPS) sering dikaitkan dengan penyakit autoimun lainnya seperti diabetes tipe-I, tiroiditis, vitiligo, dan anemia pernisiosa.
Para ilmuwan belum memahami hal apa yang dapat menyebabkan seseorang terkena Stiff Person Syndrome (SPS).
Baca Juga: Empat Anggota NCT Jatuh Dari Gym Hutan Yang Runtuh Selama Syuting Iklan
Tetapi penelitian mengindikasikan bahwa Stiff Person Syndrome (SPS) adalah hasil dari respons autoimun yang kacau di otak dan sumsum tulang belakang.
Stiff Person Syndrome (SPS) sering salah didiagnosis sebagai penyakit Parkinson, sklerosis multipel, fibromyalgia, penyakit psikosomatik, atau kecemasan dan fobia.
Diagnosis definitif dapat dibuat dengan tes darah yang mengukur tingkat antibodi glutamic acid decarboxylase (GAD).
Sebagian besar orang dengan Stiff Person Syndrome (SPS) memiliki tingkat antibodi GAD yang tinggi (lebih tinggi).
Titer antibodi penting untuk diagnosis Stiff Person Syndrome (SPS), titer sendiri adalah tes laboratorium yang mengukur keberadaan dan jumlah antibodi dalam darah.
Titer GAD yang meningkat, hingga 10 kali di atas normal, juga terlihat pada diabetes, tetapi pada Stiff Person Syndrome (SPS), titernya sangat tinggi (setidaknya 10 kali di atas kisaran yang terlihat pada diabetes) atau terdapat dalam cairan tulang belakang.***
(Jannatul Ma'wah/Palima.id)