Anggota DPRD Barut Hasrat Tolak Mekanisme Kompensasi Lahan Melalui Kepala Desa, Desak Penghentian Sementara Tambang

photo author
- Selasa, 21 Oktober 2025 | 20:08 WIB
Anggota DPRD Barito Utara, Hasrat, S.Ag. foto-ist
Anggota DPRD Barito Utara, Hasrat, S.Ag. foto-ist

MUARA TEWEH – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Barito Utara, Hasrat, S.Ag menyampaikan pernyataan tegas menolak mekanisme kompensasi lahan yang dilakukan oleh perusahaan tambang batubara, PT NPR, di wilayah Desa Karendan, Kecamatan Lahei.

Permasalahan yang melibatkan hak-hak masyarakat pemilik lahan, dinilai Hasrat tidak transparan dan berpotensi melanggar sejumlah aturan hukum.

Dalam pernyataannya, Politisi senior PAN ini, menegaskan penolakan terhadap praktik penyaluran kompensasi melalui Kepala Desa. Mekanisme ini dinilai keliru, tidak transparan, dan bertentangan dengan hukum.

"Dijelaskan bahwa berdasarkan Pasal 96 dan 145 UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), serta Pasal 5 dan 6 UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA), kewajiban perusahaan adalah menyelesaikan hak-hak masyarakat pemilik lahan secara langsung sebelum operasi dimulai," jelas Hasrat.

Menurutnya, tidak ada satu pun ketentuan hukum yang membenarkan penyaluran kompensasi melalui pejabat pemerintahan desa tanpa dasar hukum dan tanpa surat kuasa yang sah.

"Praktik semacam ini juga berpotensi melanggar UU Administrasi Pemerintahan dan menciptakan celah korupsi serta konflik sosial horizontal di masyarakat. Untuk itu, saya mendesak agar seluruh pembayaran kompensasi dilakukan langsung kepada pemilik lahan sah berdasarkan data terverifikasi," tegasnya.

Selain itu, Hasrat juga mendesak penghentian sementara aktivitas perusahaan tambang di atas tanah yang masih bersengketa atau yang hak-haknya belum diselesaikan. Hal ini merujuk pada Pasal 135 UU Minerba dan amanat Pasal 33 UUD 1945. Jika perusahaan tetap beroperasi, tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum administratif dan lingkungan hidup.

"Dinas Lingkungan Hidup (DLH) saya minta untuk mengkaji ulang izin lingkungan perusahaan dan mengeluarkan rekomendasi penghentian sementara jika ditemukan pelanggaran," katanya.

Tidak hanya berfokus pada perusahaan, ia juga menyerukan pengawasan dan penegakan hukum yang tegas. Kepolisian diminta untuk menindaklanjuti dugaan penyalahgunaan dana kompensasi, manipulasi data kepemilikan, atau penyalahgunaan wewenang oleh oknum pejabat desa. Masyarakat yang menolak aktivitas perusahaan juga harus dilindungi dari intimidasi.

"Sebagai pejabat publik, Kepala Desa seharusnya melindungi kepentingan masyarakat, bukan menjadi perantara transaksi perusahaan. Inspektorat Daerah mesti melakukan audit khusus terhadap penggunaan dana kompensasi yang disalurkan melalui pemerintah desa," ungkap Hasrat.

Sebagai langkah konkret, Hasrat mengusulkanuntuk membentuk Tim Pengawasan Khusus (Timwas) yang melibatkan unsur DPRD, DLH, aparat penegak hukum, dan perwakilan masyarakat.

"Tim ini akan bertugas memverifikasi kepemilikan lahan, mengawasi mekanisme pembayaran, dan menjamin transparansi serta keadilan bagi masyarakat terdampak," terangnya.

Dikatakan Hasrat, negara tidak boleh kalah oleh kepentingan korporasi. Bahwa DPRD berdiri di sisi rakyat dan tidak menolak investasi, namun menolak ketidakadilan yang disamarkan dengan dalih investasi.

"Keadilan sosial, kepastian hukum, dan perlindungan hak rakyat harus menjadi pijakan utama dalam setiap kegiatan pertambangan," pungkasnya.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Ahya Firmansyah

Rekomendasi

Terkini

Tok! APBD 2026 Barito Utara Rp3,2 Triliun Disahkan 

Jumat, 28 November 2025 | 15:28 WIB
X