KALTENGLIMA.COM - Di era digital saat ini, privasi online menjadi isu yang semakin krusial.
Google, sebagai salah satu raksasa teknologi, dikenal sering melacak aktivitas penggunanya bahkan ketika riwayat lokasi sudah dinonaktifkan.
Praktik ini bisa menjadi penyebab utama mengapa Anda melihat iklan produk yang baru saja Anda bicarakan.
Baca Juga: Rumiadi Ajak Kompak Dalam Pembangun Daerah
Sayangnya, banyak orang yang belum mengetahui bahwa Google mampu merekam aktivitas pencarian secara penuh.
Dari situ, Google dapat membaca pola kebiasaan dan ketertarikan netizen untuk menyodorkan iklan-iklan yang relevan.
Iklan inilah yang kemudian menjadi sumber pendapatan terbesar bagi Google. Setiap klik, like, dan pembelian yang dilakukan pengguna melalui iklan tersebut, Google akan mengumpulnya dalam sebuah data.
Data ini kemudian dikemas lalu dijual ke pengiklan untuk menargetkan audiens yang sesuai.
Lantas, data pribadi telah menjadi komoditas yang berharga dan industri pialang data global adalah buktinya.
Studi dari Pew Research menunjukkan, masyarakat Amerika Serikat merasa bahwa mereka tidak memahami apa yang dilakukan perusahaan dengan data pribadi mereka.
Berdasarkan studi ini, banyak orang tidak menyadari bahwa sesuatu yang sederhana seperti nomor telepon mereka dapat digunakan oleh pialang data maupun pelaku kejahatan untuk mengungkap informasi sensitif.
Di antaranya adalah nomor Jaminan Sosial, alamat, email, dan bahkan detail keluarga.
Pakar keamanan siber pun memproyeksikan, pialang data dapat mengumpulkan rata-rata 1.000 titik data dari setiap individu yang punya akun digital.
Artikel Terkait
BREAKING NEWS: Kim Sae Ron Ditemukan Meninggal Dunia
Teh Serai Diklaim Bisa Menurunkan Gula Darah, Begini Faktanya
Kericuhan Warnai Duel Persija vs Persib, Ada Korban
24 Kepala Daerah Absen di Hari Pertama Tes Kesehatan Pilkada
Wamen Isyana: 15,5 Juta Remaja Indonesia Alami Gangguan Kesehatan Mental, Setara 34,9 Persen dari Total Remaja