KALTENGLIMA.COM - Mendaki gunung kini menjadi salah satu pilihan wisata alam yang populer di Indonesia karena dapat memberikan manfaat positif bagi kesehatan fisik dan mental, terutama untuk menghilangkan kejenuhan dari kesibukan kota.
Namun, tidak jarang para pendaki mengalami gejala seperti mual atau pusing saat mendaki, yang kemungkinan besar disebabkan oleh altitude sickness atau penyakit ketinggian, yang juga dikenal sebagai acute mountain sickness.
Kondisi ini muncul ketika seseorang mendaki ke dataran tinggi secara cepat, sehingga tubuh mengalami penurunan kadar oksigen akibat tekanan udara yang semakin rendah.
Baca Juga: Polda Kaltara Klarifikasi Isu Penukaran 12 Kg Sabu sebagai Barang Bukti
Pada ketinggian di atas 1.500 meter di atas permukaan laut, tekanan udara mulai menurun dan risiko kekurangan oksigen meningkat.
Biasanya, altitude sickness mulai dirasakan pada ketinggian 2.500 meter atau lebih, terutama bagi orang yang belum terbiasa berada di ketinggian.
Penyebab utama munculnya rasa mual adalah berkurangnya kadar oksigen sehingga tubuh harus menyesuaikan diri dengan bernapas lebih cepat.
Baca Juga: Polisi Ungkap Dugaan Pemalsuan Uang pada Penyaluran Bansos di NTT
Jika proses adaptasi tubuh terhadap kondisi ini tidak berjalan dengan baik, gejala seperti sakit kepala, pusing, mual, lelah, dan kesulitan berkonsentrasi dapat muncul.
Pada kondisi yang lebih berat, gejala dapat memburuk menjadi kebingungan, halusinasi, gangguan pendengaran, nyeri dada, jantung berdebar, kesulitan bergerak, bahkan sampai pingsan.
Gejala-gejala ini umumnya mulai terasa dalam waktu 12 hingga 24 jam setelah mencapai ketinggian tertentu dan cenderung mereda dalam 2 hingga 3 hari setelah tubuh berhasil beradaptasi.