kaltenglima.com– Tiga orang tersangka dugaan korupsi proyek peremajaan kelapa sawit rakyat (PSR) atau replanting tahap I, tahun 2019-2021, telah menerima surat penetapan dari Kejaksaan Negeri Barito Utara, Kalimantan Tengah, sejak Selasa (12/4/2022).
Reaksi muncul dari ketiga tersangka, yakni SB mantan Kepala Dinas Pertanian Barito Utara. Ksn Ketua Koperasi Solai Bersama, dan Dn kontraktor proyek. Mereka mempertanyakan alasan dijadikan tersangka, serta berapa hitungan kerugian negara atau menguntungkan orang lain akibat perbuatan mereka berdasarkan perhitungan BPKP.
Kaltenglima.com berkesempatan mewawancarai secara langsung ketiga tersangka tersebut, Kamis (14/4/2022) siang di Muara Teweh.
Berita Terkait : https://www.kaltenglima.com/daerah/pr-3513200340/kejaksaan-barito-utara-tetapkan-3-tersangka-korupsi-peremajaan-sawit-ini-kata-mantan-kadistan
"Saya terkejut, kok tiba-tiba dijadikan tersangka. Awalnya hanya ditanya dan diperiksa soal pembelian bibit sawit, lalu soal penyelewengan dana di dinas pertanian. Eh, sekarang malah disangka mengorupsi uang replanting sawit, " kata Dn, kontraktor tumbang chipping di lahan Satuan Permukiman (SP) III, Desa Pandran Permai, Kecamatan Teweh Selatan.
Menurut Dn, perusahaannya menerima kontrak pekerjaan tumbang chipping di SP III pada September 2019. Pekerjaan dimulai setelah alat-alat siap.
"Pekerjaan sempat dihentikan, karena bibit belum terpenuhi. Kalau kita terus membuka lahan, nanti cepat pula ilalang tumbuh, karena lahan tak ditanami bibit sawit. Semua ini berawal dari keterlambatan bibit, " jelas Dn.
Pekerjaan berjalan kembali sesuai dengan kontrak harus menebang 63.900 pohon. Namun belakangan muncul masalah, seiring penyelidikan yang dilakukan oleh pihak kejaksaan. Pekerjaan pun terhenti lagi.
"Alat-alat menganggur di lapangan, karena saya menerima arahan jangan ada perubahan di lapangan. Lokasi mau dipolice-line. Itu terjadi pada November 2021 dan berlanjut sampai Maret 2022. Saya yang rugi, karena biaya sewa alat mencapai Rp60 juta per bulan, " kata Dn.
Meski belum semua lahan dibuka, karena hitungan kontrak berdasarkan tumbang chipping, bukan luas lahan, Dn tetap berkomitmen terhadap Koperasi Solai Bersama untuk menyelesaikan pembukaan lahan seluas 420 hektare.
"Karena saya juga dari asalnya menjadi petani. Saya berkomitmen menyelesaikan pembukaan lahan. Ada kesepakatan dengan koperasi. Tetapi sekarang pekerjaan tak bisa ditersukan, " tukas Dn.
Ketua Koperasi Solai Bersama, Ksn, membenarkan apa yang disampaikan oleh kontraktor Dn. "Kalau saya menilai justru petani yang diuntungkan dan pihak kontraktor merugi, " kata Ksn.
Ksn punya argumen bicara begini. Misalnya dalam kontrak ditetapkan untuk satu kapling lahan (luas 2 hektare) 286 batang pohon yang ditumbang chipping. Ternyata ada 500 pohon dalam kapling tersebut, maka kontraktor tetap mengerjakan untuk 500 pohon tanpa mendapat biaya tambahan.