Pasalnya, orang yang tidak puasa karena disengaja tidak diperbolehkan untuk melakukan puasa sunnah.
Baca Juga: Timnas Futsal Putra dan Putri Indonesia Naik Peringkat FIFA
Merujuk pendapat Imam Ibnu Hajar Al-Haitami (wafat 974 H), yang harus lebih didahulukan dalam hal ini adalah qadha puasa Ramadan, bukan puasa enam.
Artinya, "Dimakruhkan mendahulukan puasa sunnah (Syawal) daripada mengganti (qadha) puasa Ramadhan.” (Ibnu Hajar Al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj, [Maktabah at-Tijariyah Al-Kubra: 1983 M], juz VIV, halaman 83).
Sama seperti pendapat Imam Ibnu Hajar, Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali (wafat 795 H) mengatakan bahwa yang lebih utama untuk didahulukan adalah qadha puasa Ramadan dari puasa Syawal, karena hal itu juga bisa mempercepat orang terbebas dari kewajiban mengganti puasa.
Baca Juga: De Bruyne Akhiri Karirnya Bersama Manchester City, Ini Kata Pep Guardiola
Ia mengatakan: Barangsiapa memiliki utang puasa dari bulan Ramadan, maka segeralah untuk menggantinya di bulan Syawal, karena hal itu mempercepat bebas dari tanggungannya. Ini lebih utama dari puasa sunah enam hari di bulan Syawal. (Ibnu Rajab, Lathaiful Ma’arif fima li Mawasimil ‘Am minal Wazhaif, [Daru Ibn Hazm: 2004], halaman 244).
Maka dari itu, kesimpulannya adalah dianjurkan untuk qadha puasa Ramadan terlebih dahulu, kemudian melanjutkan dengan puasa Syawal. Dengan cara ini, orang tersebut akan mendapatkan pahala puasa Syawal yang setara dengan puasa selama setahun, karena telah menyempurnakan puasa Ramadannya dan kemudian dilanjutkan dengan puasa Syawal.
***