KALTENGLIMA.COM - Kejaksaan Negeri (Kejari) Lombok Tengah saat ini sedang berupaya memperkuat analisis alat bukti dalam kasus dugaan korupsi pajak penerangan jalan (PPJ) dengan meminta kajian dari ahli hukum pidana forensik.
Kepala Kejari Lombok Tengah, Nurintan MNO Sirait, mengonfirmasi bahwa ahli tersebut telah merespons permintaan dari penyidik dan saat ini kejaksaan masih menunggu hasil kajian yang akan menjadi bagian penting dalam penyelidikan lebih lanjut.
Dalam permintaan kajian ini, penyidik telah menyertakan berbagai dokumen pendukung yang menguatkan dugaan tindak pidana sebagaimana yang terungkap dari hasil penyidikan sebelumnya.
Baca Juga: Gubernur Sumbar Imbau Warga Waspada Erupsi Gunung Marapi Jelang Lebaran 2025
Dokumen-dokumen tersebut diserahkan sesuai dengan permintaan ahli yang diajukan dalam rapat daring yang berlangsung pekan lalu.
Selain melibatkan ahli hukum pidana forensik, Kejari Lombok Tengah juga bekerja sama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB untuk memperkuat alat bukti.
Namun, perhitungan kerugian negara akibat dugaan korupsi ini belum dapat dilakukan karena masih menunggu pelaksanaan ekspose bersama dengan BPKP yang dijadwalkan setelah libur Lebaran pada bulan April.
Baca Juga: Pemkot Bogor Resmi Cabut Larangan Izin Reklame di Kawasan Kebun Raya
Sejalan dengan proses penyidikan, penyidik terus melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi dari berbagai instansi terkait, termasuk Badan Pendapatan Daerah (Bappenda), bagian hukum pemerintah daerah, Dinas Perhubungan, serta Badan Keuangan dan Aset Daerah.
Selain itu, pihak kejaksaan juga berencana meminta keterangan dari PLN Mataram serta salah satu perusahaan mitra PLN.
Namun, hingga saat ini perusahaan tersebut belum memenuhi panggilan untuk memberikan keterangannya.
Baca Juga: Banjir Melanda, Dinas Pendidikan Kapuas Lakukan Pendataan Sekolah
Pemeriksaan saksi dan koordinasi dengan BPKP menjadi bagian dari upaya penyidik dalam memperkuat alat bukti serta mendalami dugaan korupsi yang berkaitan dengan denda keterlambatan pembayaran pajak pada periode 2019 hingga 2023.