KALTENGLIMA.COM - Asosiasi Pasar Rakyat Seluruh Indonesia (APARSI) menilai bahwa beberapa pasal terkait pelarangan penjualan produk tembakau dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan dapat mengancam kelangsungan usaha pedagang pasar.
Ketua Umum APARSI, Suhendro, menyatakan bahwa penerbitan PP Kesehatan ini akan mengancam kehidupan 9 juta pedagang di pasar rakyat yang tersebar di seluruh Indonesia.
Salah satu pasal yang menjadi perhatian adalah larangan menjual rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain serta larangan menjual rokok secara eceran.
Baca Juga: Polisi Tangkap 9 Remaja Hendak Tawuran di Jakbar, Ada yang Bawa Narkoba
Suhendro menjelaskan bahwa banyak pasar yang berdekatan dengan sekolah, institusi pendidikan, atau fasilitas bermain anak, sehingga larangan ini dapat menurunkan omzet pedagang pasar yang sebagian besar berasal dari penjualan produk tembakau.
Ia menyatakan bahwa aturan ini akan menimbulkan permasalahan baru bagi para pedagang pasar. Suhendro juga mengungkapkan bahwa larangan terhadap produk tembakau yang diatur dalam PP Kesehatan dapat menekan pertumbuhan ekonomi pedagang pasar yang baru pulih dari dampak pandemi.
Jika aturan ini diberlakukan, ia memperkirakan penurunan omzet usaha sebesar 20%-30%, bahkan dapat mengakibatkan penutupan usaha karena tembakau merupakan komoditas yang menyumbang omzet terbesar bagi pedagang pasar.
Baca Juga: Tersangka Teroris Asal Malang Beli Bahan Peledak Pakai Uang Jajan
Sebelumnya, Suhendro bersama dengan Persatuan Pedagang Kelontong Sumenep Indonesia (PPKSI) telah meminta agar pemerintah menghapus larangan penjualan produk tembakau dalam radius 200 meter dari Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan.
Namun, melihat pasal tersebut disahkan dalam PP Kesehatan, APARSI menyesalkan tidak terakomodirnya suara rakyat dalam peraturan yang melibatkan mereka.
Suhendro menyatakan bahwa aturan ini dapat merusak rantai pasok antara pedagang grosir pasar dengan pedagang kelontong akibat regulasi yang tidak seimbang.