KALTENGLIMA.COM - Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto saat ini tengah menjalankan kebijakan efisiensi dalam pengeluaran anggaran negara.
Sebagai bagian dari upaya tersebut, belanja kementerian atau lembaga (K/L) dipangkas sebesar Rp 256,1 triliun dari total anggaran yang sebelumnya ditetapkan sebesar Rp 1.160,1 triliun.
Dalam struktur anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), belanja pemerintah merupakan salah satu faktor yang mendorong pertumbuhan ekonomi.
Baca Juga: Pemerintah Bakal Tetap Cairkan THR dan Gaji ke-13 ASN Tahun Ini
Pengeluaran ini termasuk dalam kategori sumber pertumbuhan berdasarkan pengeluaran, yang sering disebut sebagai konsumsi pemerintah.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan bahwa kontribusi konsumsi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi mengalami fluktuasi setiap tahun.
Pada tahun 2024, kontribusinya tercatat sebesar 7,73%, sementara pada tahun 2020—saat pandemi Covid-19 berlangsung—angka tersebut sempat mencapai 9,66%.
Baca Juga: AHY Bilang Ini Soal Tiket Pesawat Libur Lebaran 2025
"Sejak tahun 2020, konsumsi pemerintah menyumbang 9,66% terhadap pertumbuhan ekonomi, kemudian turun menjadi 9,25% pada 2021, 7,69% di 2022, 7,45% di 2023, dan naik sedikit menjadi 7,73% di 2024," ujar Amalia dalam konferensi pers di kantor pusat BPS, Jakarta, Rabu (5/2/2025).
Jika dibandingkan dengan konsumsi rumah tangga, kontribusi konsumsi pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) masih relatif kecil.
Pada tahun 2024, konsumsi rumah tangga menyumbang 54,04% terhadap PDB, sedangkan investasi atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) menyumbang 29,15%, dan ekspor 22,18%.
Baca Juga: SMAN 4 Karawang Dihadang Demo Siswa Usai Gagal Daftar SNBP, Dituding Lalai
Mengenai dampak efisiensi anggaran terhadap PDB, Amalia menyatakan bahwa hasilnya baru akan terlihat pada rilis triwulan berikutnya.
"Saat ini, kami mencatat perkembangan ekonomi untuk triwulan IV-2024, yang mencakup periode Oktober, November, dan Desember," ujarnya.