KALTENGLIMA.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita dua unit rumah milik seorang aparatur sipil negara (ASN) Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama yang diduga terkait kasus korupsi kuota haji. Dua rumah yang berlokasi di Jakarta Selatan itu ditaksir bernilai Rp6,5 miliar.
Penyitaan dilakukan karena rumah tersebut diduga dibeli secara tunai pada 2024 menggunakan uang hasil transaksi jual beli kuota haji tahun 1445 Hijriah/2024 Masehi.
Kasus ini merupakan bagian dari penyidikan dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023–2024.
Baca Juga: Gubernur Jatim Tepis Isi PHK Massal di PT Gudang Garam Tbk
KPK resmi mengumumkan penyidikan perkara tersebut pada 9 Agustus 2025, sehari setelah memeriksa mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
Lembaga antirasuah itu juga menggandeng Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung kerugian negara.
Dari hasil penghitungan awal yang dipublikasikan pada 11 Agustus 2025, kerugian negara diperkirakan lebih dari Rp1 triliun. Selain itu, KPK juga mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri, termasuk Yaqut.
Baca Juga: DPRD Mura Paripurna Bahas Dua Raperda dan Perubahan APBD 2025
Tidak hanya KPK, Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI juga menyoroti adanya kejanggalan dalam pembagian kuota tambahan sebanyak 20.000 jemaah pada tahun 2024.
Kementerian Agama saat itu membagi rata kuota tambahan, yakni 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Padahal, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah mengatur bahwa kuota haji khusus hanya sebesar 8 persen, sedangkan 92 persen dialokasikan untuk haji reguler. Kejanggalan inilah yang menjadi salah satu fokus kritik Pansus DPR.