KALTENGLIMA.COM - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) meminta Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, untuk mencabut Surat Edaran (SE) Gubernur Nomor 149 Tahun 2025 mengenai program Rereongan Sapoe Sarebu atau Poe Ibu.
Peneliti FITRA, Betta Anugrah, menilai bahwa meskipun program tersebut diklaim sebagai bentuk gotong royong sukarela, pada praktiknya berpotensi menjadi pungutan terselubung.
FITRA menilai pemerintah daerah sebaiknya tidak menggunakan semangat solidaritas masyarakat sebagai pengganti tanggung jawab pembiayaan yang seharusnya ditanggung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Baca Juga: Gempa 7,6 Magnitudo Guncang Karatung, Berpotensi Tsunami di Wilayah Sulut
Program Rereongan Sapoe Sarebu mengajak masyarakat Jawa Barat untuk menyisihkan uang sebesar seribu rupiah setiap hari guna mendukung sektor pendidikan dan kesehatan.
Namun, Betta menilai semangat gotong royong dalam program tersebut dapat kehilangan maknanya ketika diformalisasikan melalui surat edaran pemerintah.
Menurutnya, SE gubernur tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat masyarakat maupun pihak swasta, sehingga penerapannya dengan target nominal tertentu bisa memunculkan unsur paksaan terselubung.
Baca Juga: Mendagri Beri Teguran ke Gubernur yang Protes Pemotongan TKD 2026
FITRA juga mengingatkan bahwa tekanan sosial dapat muncul di berbagai lapisan, mulai dari sekolah, instansi pemerintah, hingga lingkungan masyarakat, apabila terdapat target partisipasi yang harus dicapai. Kondisi ini bisa memicu perpecahan sosial dan stigma terhadap mereka yang tidak ikut menyumbang.
Selain itu, FITRA meragukan efektivitas dan kesiapan tata kelola di tingkat bawah untuk mengelola dana publik yang terkumpul secara luas.
Betta menegaskan bahwa mekanisme pembiayaan berbasis sumbangan publik ini rawan disalahgunakan, misalnya untuk pembiayaan kegiatan birokrasi yang tidak berdampak langsung pada masyarakat seperti rapat, koordinasi, atau perjalanan dinas.