KALTENGLIMA.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap pengacara bernama Happy Sebayang pada Senin, 20 Oktober, terkait kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA).
Pemeriksaan dijadwalkan berlangsung di Gedung Merah Putih KPK. Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, membenarkan agenda tersebut melalui keterangan tertulis kepada wartawan, namun belum merinci materi pemeriksaan yang akan digali oleh penyidik. Kasus ini merupakan pengembangan dari perkara suap yang menjerat mantan Sekretaris MA, Hasbi Hasan.
Dalam kasus sebelumnya, KPK menetapkan Hasbi Hasan sebagai tersangka karena diduga menerima suap terkait pengurusan perkara Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana di MA bersama mantan Komisaris Independen PT Wijaya Karya (Wika), Dadan Tri Yudianto.
Baca Juga: Pemkab Murung Raya Salurkan BLT Kartu Hebat untuk Ribuan Warga Miskin
Selain perkara suap, penyidik KPK juga tengah menelusuri indikasi tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang berkaitan dengan perkara tersebut.
Hingga kini, KPK belum mengumumkan secara resmi tersangka dalam kasus TPPU tersebut.
Namun, berdasarkan informasi yang dihimpun, mereka yang diduga terlibat antara lain Hasbi Hasan, penyanyi Windy Idol, serta kakaknya yang juga seorang wiraswasta bernama Rinaldo Septariando B.
Baca Juga: Wabup Rahmanto: Santri Adalah Aset Bangsa dan Agen Perubahan
Selain itu, KPK juga telah menahan tersangka lain, yaitu Direktur PT Wahana Adyawarna, Menas Erwin Djohansyah, pada Kamis, 25 September.
Penahanan dilakukan karena Menas diduga menjadi perantara dalam pengurusan sejumlah perkara melalui Hasbi Hasan.
Beberapa perkara yang diurusnya meliputi sengketa lahan di Bali dan Jakarta Timur, Depok, Sumedang, Menteng, serta sengketa lahan tambang di Samarinda.
Baca Juga: Nahas! Wahana Rainbow Slide di Pasae Malam Kalbar Ambruk, Pengelola Diperiksa
Atas perbuatannya, Menas disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b, atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Kasus ini menambah daftar panjang dugaan praktik suap dan pencucian uang yang menyeret pejabat serta pihak swasta dalam lingkungan peradilan tertinggi di Indonesia.