KALTENGLIMA.COM - Video kunjungan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi alias KDM, ke pabrik air mineral di Subang menjadi viral setelah interaksinya dengan pekerja pabrik yang menjelaskan bahwa air yang digunakan untuk produksi air minum dalam kemasan (AMDK) berasal dari bawah tanah, bukan dari sungai atau mata air permukaan seperti yang selama ini banyak diyakini.
Dedi tampak terkejut mengetahui bahwa air tersebut diambil melalui sumur bor, yang kemudian memicu diskusi dan perhatian publik mengenai asal usul air mineral dalam kemasan.
Fakta bahwa air mineral bisa berasal dari air bawah tanah bukan hal baru dalam standar global.
Baca Juga: Empat Akses Desa di Purbalingga Terputus usai Alami Longsor
Menurut IGRAC, badan riset di bawah UNESCO yang fokus pada air tanah, kategori sumber air minum dalam kemasan mengikuti klasifikasi dari FDA Amerika Serikat
Kategori tersebut meliputi air dari sumur artesis, air mineral, air dari mata air (spring water), dan air sumur biasa.
Semua kategori ini pada dasarnya mengacu pada air yang bisa diambil dari bawah tanah dengan berbagai cara, termasuk sumur bor atau mata air yang keluar secara alami.
Baca Juga: Menpora Bakal Undang Menteri Olahraga se-ASEAN Bahas Rekonstruksi SEA Games
Di Indonesia, pengaturan tentang AMDK tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian no. 26/2019 yang mengatur kategori air mineral, air demineral, air mineral alami, dan air minum embun.
Sebagian besar air mineral yang beredar di pasaran, seperti Aqua, Le Minerale, dan Oasis, masuk dalam kategori Air Mineral sesuai SNI 3553:2015.
Sementara produk air mineral alami yang berasal dari sumber alam dengan proses pengambilan yang terkontrol masih relatif sedikit di pasar.
Baca Juga: Virgil van Dijk Minta Liverpool Tak Larut dalam Euforia Kemenangan dari Frankfurt
Penggunaan air bawah tanah untuk AMDK di Indonesia bukan hal yang unik, karena data IGRAC menunjukkan bahwa sekitar 70 hingga 85 persen air kemasan yang diproduksi di negara-negara seperti Jerman, Kanada, Italia, dan Indonesia juga berasal dari sumber air bawah tanah.
Selain itu, penggunaan air untuk air kemasan ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan penggunaan air untuk irigasi, sehingga tidak berdampak signifikan terhadap ketersediaan air secara umum.