nasional

Belajar dari Papua, Melibatkan Masyarakat Adat dalam Ekowisata itu Penting

Selasa, 22 Februari 2022 | 09:45 WIB
Teks foto: istimewa Charles Roring (kaos hitam) bersama-wisatawan dan warga lokal di Papua Barat (Tim Kalteng Lima 02)

Pariwisata itu perlu memperhatikan tiga hal utama. Pertama, atraksi yang mendorong daya tarik pengunjung.

Kedua, aksesibilitas untuk memastikan destinasi dapat diakses atau tidak. Terakhir, akomodasi pendukung, seperti penginapan, ATM, atau internet.
Ketika akomodasi terbangun, maka diperlukan keterlibatan masyarakat untuk mengelolanya.

Dalam konteks ekowisata, yang mengelola seharusnya masyarakat lokal. Guides, agen pariwisata, dan masyarakat adat harus sejalan. Konsep itu yang penting diperhatikan dalam ekowisata.

Apa saja tantangan dalam mengelola ekowisata di Papua?

Kendalanya banyak. Sebagai contoh, tidak tersedianya akomodasi yang memadai bagi wisatawan yang ingin berkunjung ke hutan di Papua. Kenyamanan beristirahat yang ditawarkan tidak seperti hotel di kota, karena hanya tenda seadanya yang tersedia.

Daerah Papua juga dikenal sebagai daerah konflik, jadi kami juga harus berkoordinasi dengan polisi dan aparat keamanan. Sementara wisatawan asing merasa tidak nyaman jika dicurigai dan diinterogasi saat berkunjung ke Papua.

Kendala lain ketika wisatawan asing terjadwal untuk terbang kembali ke negara asalnya, terkadang kendaraan yang seharusnya menjemput tidak datang. Apalagi dengan infrastruktur yang masih serba terbatas dan sinyal ponsel yang timbul tenggelam, jadi menyulitkan komunikasi.

Bagaimana ekowisata dapat berkembang di Papua?


Kawasan hutan Papua terbagi atas kepemilikan masyarakat adat setempat, jadi penting untuk membangun kerja sama dan kepercayaan warga lokal.

Sebagai contoh, ketika saya akan menemani perjalanan wisatawan di suatu tempat, saya akan berkordinasi dulu dengan kepala kampung setempat. Saya dengan mudah berkomunikasi dengan mereka karena lahir dan besar di Papua, jadi sudah terbiasa dengan adat istiadat Papua.

Melibatkan masyarakat adat dalam ekowisata penting. Seperti meminta bantuan warga kampung setempat untuk jadi tukang masak atau porter. Karena masyarakat adat terbiasa berburu, berkebun, dan mencari bahan obat-obatan di hutan, mereka juga bisa menjadi pemandu wisata yang memperkenalkan kearifan lokal pada para pendatang.Pengelolaan sampah menjadi salah satu faktor penting dalam ekowisata.

Bagaimana upaya Anda dalam mengatasi permasalahan ini?


Kata “eco” dalam konsep ecotourism ini memang berat untuk diterapkan. Tidak boleh membuang sampah, bahan beracun, dan berbahaya. Sementara saya sendiri belum bisa seratus persen menerapkan itu.

Sebisa mungkin kami melarang pengunjung untuk membawa sampah ke lokasi wisata atau memakai alat makan dari plastik. Kalau pun ada sisa sampah, kami berupaya untuk membawa kembali sampah ke kota untuk dikelola.
Khususnya di pulau-pulau kecil, banyak ditemui sampah kiriman yang terbawa arus. Kami menjadikan gerakan bersih-bersih sampah sebagai salah satu daya tarik wisata, dengan mengajak pengunjung untuk ikut membersihkan sampah sebagai bagian dari agenda perjalanan wisata.

Bagaimana peran pemerintah dalam pengembangan ekowisata di Papua?

Halaman:

Terkini

Bupati Bekasi Jadi Tersangka KPK Punya Harta Rp 79,1 M

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:10 WIB

KLH Angkut 116 Ton Sampah di Pasar Cimanggis Tangsel

Jumat, 19 Desember 2025 | 17:50 WIB