KALTENGLIMA.COM - Constitutional and Administrative Law Society (CALS) merupakan perkumpulan sejumlah pembelajar dan pegiat hukum tata negara dan hukum administrasi negara yang diantaranya diisi oleh akademisi UGM Dr Yance Arizona, Peneliti PUSaKO Unand Beni Kurnia Ilahi dan Pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera Bivitri Susanti mengkritik pernyataan Presiden Jokowi yang mengatakan presiden dan menteri boleh berkampanye serta memihak di Pemilu. CALS juga menganggap pasal yang menjadi rujukan Presiden Jokowi boleh berkampanye banyak kelemahan.
CALS menilai ucapan Presiden Jokowi itu tidak etis. Mereka mengingatkan terkait aspek keadilan yang sangat penting dalam Pemilu.
"Kita bisa berdebat pada bunyi norma pasal-pasal dalam pemilu, namun UU Pemilu harus pertama-tama diletakkan dalam konteks asas-asas pemilu dalam UUD 1945 yaitu LUBER JURDIL, dengan penekanan pada aspek keadilan," ujar CALS dalam keterangan tertulis, Kamis (25/1/2024).
Baca Juga: Prabowo Diisukan Sakit, Jokowi: Sehat Walafiat Begini
Selain itu CALS juga menilai banyak kelemahan dalam UU Pemilu. Mereka beranggapan, UU Pemilu disusun atas kepentingan politik hingga dibuat berdasarkan kasus empirik. Tidak hanya itu, mereka juga menganggap UU Pemilu belum mengantisipasi peristiwa seperti Pemilu 2024.
CALS pun membedah pasal 299 dalam UU Pemilu yang menyebut Presiden atau Wakil Presiden boleh berkampanye. Menurut mereka, pasal tersebut mengatur soal kampanye oleh Presiden atau Wakil Presiden jika kembali maju dalam Pilpres, alias jadi calon petahanan.
"Dalam membaca teks pasal, kita harus menempatkannya dalam konstruksi pasal secara keseluruhan dan pengelompokan pasal dalam undang-undang. Ayat (3) dari pasal itu dan letaknya dalam bagian kedelapan dan Bab VII (tentang Kampanye) menunjukkan bahwa pasal itu dibuat untuk mengantisipasi situasi petahana yang mencalonkan diri. Lagipula, UU Pemilu mengandung banyak kelemahan. Karena selain proses legislasi mengandung kepentingan politik, norma hukum juga akan dibuat berdasarkan kasus empirik. Sedangkan nepotisme dan politik dinasti yang demikian parah serta 'cawe-cawe' politik yang telanjang, baru terjadi pada masa pemerintahan Jokowi. Karena itu, pasal-pasal itu memang belum mengantisipasi situasi presiden yang ingin berkampanye tanpa rasa sungkan dan malu," ucap mereka.
Baca Juga: Tim Pemenangan Muda Ganjar-Mahfud Serap Aspirasi Pemuda di Banten
Selain itu, mereka juga membedah pasal 281 terkait kampanye yang mengikutsertakan Presiden, Wapres, Menteri serta kepala daerah. Dalam pasal tersebut, para pejabat itu tidak boleh menggunakan fasilitas dalam jabatannya hingga harus menjalani cuti di luar tanggungan negara.
"Pasal ini tidak akan menjamin Presiden bisa berlaku netral dan adil. Bisa saja terjadi, pagi hari bagi-bagi Bansos atas nama Presiden, lalu sore ikut mengkampanyekan anaknya yang jadi cawapres," ucapnya.
"Banyak sekali fasilitas administrasi dan protokoler yang melekat pada jabatan presiden. Saat ia berkampanye dalam masa cuti-pun, pasti akan ada Paspampres dan protokoler pengamanan presiden," sambungnya.
Baca Juga: Pj Bupati dan Forkopimda Monitoring Kesiapan Logistik 2024 Di KPU dan Bawaslu Kabupaten Barito Utara
CALS juga mengingatkan aturan dalam UU Administrasi Pemerintahan. Dalam pasal 42 dan 43, terdapat larangan bagi pejabat pemerintahan yang berpotensi mempunyai konflik kepentingan untuk menetapkan keputusan atau tindakan.
"Presiden sebagai Penyelenggara Administrasi Pemerintahan juga mengabaikan ketentuan ini, yang sangat jelas mengatur soal konflik kepentingan yang dilatarbelakangi oleh hubungan dengan kerabat dan keluarga ketika melakukan sebuah tindakan/keputusan. Kampanye merupakan bagian dari sebuah Tindakan," ucap mereka.
Atas hal tersebut, CALS mempunyai enam desakan terhadap Jokowi. Adapun desakan dari CALS sebagai berikut:
Baca Juga: Tiga Tunggal Putri Indonesia Berjaya Lolos ke babak Kedua Indonesia Master 2024
1. Presiden Jokowi untuk mencabut pernyataannya tentang kebolehan berkampanye dan memperhatikan kepatutan dalam semua tindakan dan ucapannya, dengan mengingat kapasitas jabatannya sebagai presiden.
2. Presiden Jokowi untuk menghentikan semua tindakan jabatan dirinya maupun menteri-menterinya, yang telah dilakukan selama ini yang berdampak menguntungkan pasangan calon presiden.
3. Bawaslu menjalankan tugasnya dengan baik dan bersiap-siap untuk menelaah dan memperjelas indikasi kecurangan yang bersifat TSM untuk mengantisipasi sengketa pemilu dan sengketa hasil pemilihan umum.
Baca Juga: Banjir Surut, Posko Penanganan Bencana Banjir Ditutup
4. Mahkamah Konstitusi mulai melakukan telaah mengenai perannya dalam menyelesaikan sengketa hasil pemilu nanti, dalam kaitannya dengan kecurangan yang bersifat TSM, dengan melihat konteks penyalahgunaan jabatan (berikut kebijakan dan anggaran) yang semakin terlihat indikasinya pada Pemilu 2024 ini.
5. DPR RI mengajukan hak interpelasi dan hak angket kepada Presiden untuk menginvestigasi keterlibatan Presiden dan penggunaan kekuasaan Presiden dalam pemenangan salah satu kandidat pada Pemilu 2024.
6. Seluruh penyelenggara negara (presiden, menteri, gubernur, bupati, walikota) untuk tidak berlindung di balik pasal-pasal dan mengesampingkan etik. Mundur dari jabatan jauh lebih etis dan terhormat dalam situasi politik yang sangat tidak demokratis hari-hati ini.
Baca Juga: Dubes Israel Pidato di Debat Terbuka PBB, Menlu Retno dan Sejumlah Delegasi Walk Out
Artikel Terkait
Daftar Tim Negara Tersingkir dari Piala Asia 2023
Indonesia Masters 2024: Rehan/Lisa Melaju ke Babak QF, Sukses Taklukan wakil Malaysia
Momen Akrab Pertemuan Prabowo dan Aburizal Bakrie, Capres 02 Disambut Penuh Kehangatan sang Sahabat