KALTENGLIMA.COM - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sejumlah gugatan Perludem dan memutuskan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT) 4% dalam Undang-Undang Pemilu harus diubah sebelum Pemilu 2029. Kira-kira, apa alasan MK memutuskan ambang batas parlemen 4% itu harus diubah?
Putusan tersebut dibacakan dalam sidang MK pada Kamis (29/2/2024) kemarin. Gugatan ini diajukan oleh Perludem. Adapun petitum pemohon yakni:
Dalam Provisi:
1. Mengabulkan Permohonan Provisi Pemohon;
2. Menjadikan Perkara Pengujian Pasal 414 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sepanjang frasa "paling sedikit 4% (empat persen) dari jumlah suara sah secara nasional" yang diajukan oleh Pemohon sebagai perkara yang diprioritaskan untuk diperiksa di Mahkamah Konstitusi, dengan tetap mempertimbangkan ruang pembuktian secara maksimal.
Baca Juga: Alami Kontraksi di Mobil, Kiki Amalia Sempat Diberhentikan Polisi
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan permohonan yang dimohonkan oleh pemohon untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Pasal 414 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sepanjang frasa "paling sedikit 4% (empat persen) dari jumlah suara sah secara nasional" bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai "Partai politik peserta pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara efektif secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR dengan ketentuan besaran sebagai berikut:
a. Bilangan 75% dibagi dengan rata-rata besaran daerah pemilihan, ditambah satu, dan dikali dengan akar jumlah daerah pemilihan;
b. Dalam hal hasil bagi besaran ambang parlemen sebagaimana dimaksud huruf a menghasilkan bilangan desimal, dilakukan pembulatan"
3. Memerintahkan amar putusan Majelis Hakim Konstitusi Republik Indonesia untuk dimuat dalam Berita Negara; Apabila Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, kami mohon putusan seadil-adilnya ex aequo et bono.
Baca Juga: Sebanyak 12 Orang Ditetapkan Polisi Sebagai Tersangka Kasus Bullying di SMA Internasional, 8 di Bawah Umur
Kemudian, MK menyampaikan pertimbangannya terkait dalil yang disampaikan oleh pemohon. MK menyatakan pada hakikatnya, ambang batas parlemen merupakan salah satu metode untuk menyederhanakan partai politik dalam sistem multipartai.
MK juga menguraikan terkait perubahan ambang batas parlemen yang diterapkan sejak Pemilu 2009. Pada 2009, ambang batas parlemen 2,5% menyebabkan DPR diisi oleh sembilan partai.
Kemudian, ambang batas parlemen 3,5% yang diterapkan pada Pemilu 2014 menghasilkan DPR yang diisi sepuluh partai. Di Pemilu 2019, ambang batas parlemen menjadi 4% dan menghasilkan DPR diisi sembilan partai.
Baca Juga: Begini Kronologi Perundungan yang Dilakukan Geng Tai, Dalih untuk Tradisi Masuk Geng
"Berdasarkan bentangan empirik tersebut, peningkatan angka atau persentase ambang batas parlemen dapat dikatakan tidak signifikan mengurangi jumlah partai politik di DPR," ujar MK.
Hakim MK mengatakan penerapan ambang batas parlemen tersebut dapat dinilai tidak efektif dalam menyederhanakan jumlah partai politik di DPR. Hakim MK juga mengatakan tidak menemukan argumen ataupun metode yang memadai terkait penetapan besaran angka atau persentase ambang batas yang selalu berubah-ubah.
"Bahkan, merujuk keterangan pembentuk undang-undang, yaitu Presiden dan DPR terhadap permohonan a quo, Mahkamah
tidak menemukan dasar rasionalitas dalam penetapan besaran angka atau persentase paling sedikit 4% dimaksud dilakukan dengan metode dan argumen penghitungan atau rasionalitas yang jelas," ujar MK.
Baca Juga: German Open 2024: Ripith Terhenti, Rehan/Lisa Melaju ke 8 Besar
MK juga beralasan penerapan PT berdampak pada konversi suara sah menjadi jumlah kursi DPR. Dalam pertimbangan tersebut, hakim MK mengatakan suara yang terbuang atau tidak dapat dikonversi menjadi kursi DPR pada Pemilu 2009 sebanyak 19.047.481 suara sah atau sekitar 18% dari suara sah nasional.
Di Pemilu 2019, terdapat 13.595.842 suara yang tidak dapat dikonversi menjadi kursi DPR atau sekitar 9,7% suara sah nasional. Pada Pemilu 2014, terdapat 2.964.975 suara yang tidak dapat dikonversi menjadi kursi DPR atau sekitar 2,4% dari suara sah nasional.
"Namun secara faktual jumlah partai politik di DPR lebih banyak dibandingkan hasil Pemilu 2009 dan Pemilu 2019, yaitu 10 (sepuluh) partai politik," ujar MK.
Baca Juga: Fanny Soegiarto Hengkang dari Soegi Bornean
Artikel Terkait
Harga BBM Banyak yang Naik, Segini Biaya yang Harus Disiapkan Jika Isi Full Tank
Daftar Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama di Bulan Maret 2024, Yuk Intip Sini
Karina aespa Tampil di Publik Untuk Pertama Kalinya Setelah Kabar Kencannya dengan Lee Jae Wook Terungkap, Cantik Seperti AI