KALTENGLIMA.COM - Pada Kamis, 13 Juni lalu, Israel mulai membekukan izin kerja bagi 80.000 warga Palestina di Tepi Barat. Akibatnya, Israel mengalami kerugian sebesar Rp 13,8 triliun.
Menurut perkiraan Kementerian Keuangan Israel, kerugian ini mencapai 3 miliar shekel atau US$ 840 juta, yang setara dengan Rp 13,8 triliun (kurs Rp 16.486), dan berdampak pada berbagai sektor seperti konstruksi, pertanian, dan industri.
Administrasi Sipil Israel, unit di bawah Kementerian Pertahanan, telah membekukan hampir 80.000 izin kerja bagi pekerja Palestina dari Tepi Barat, sebagaimana dilaporkan oleh lembaga penyiaran publik Israel dan dikutip dari Anadolu Agency pada Sabtu, 15 Juni 2024.
Baca Juga: Menhub Ajak Masyarakat Hindari Bus Pariwisata Tak Layak Jalan, Simak Caranya!
Sebelum perang di Gaza, lebih dari 170.000 warga Palestina bekerja di Israel, pekerjaan yang menjadi sumber pendapatan penting bagi ekonomi Palestina.
Namun, sejak perang dimulai pada 7 Oktober tahun lalu, Israel memperketat izin bagi pekerja Palestina dari Tepi Barat. Hal ini terlihat dari tidak diizinkannya pekerja Palestina melewati pos pemeriksaan Israel kecuali setelah mendapat izin dari tentara Israel.
Ketegangan di Tepi Barat meningkat tajam sejak Israel melancarkan serangan militer mematikan di Jalur Gaza setelah serangan oleh kelompok Hamas pada 7 Oktober tahun lalu.
Baca Juga: Simak Perbedaan Visa Haji dan Visa Ziarah
Setidaknya 543 warga Palestina telah terbunuh dan hampir 5.200 lainnya terluka akibat tembakan tentara Israel di Tepi Barat.
Dalam persidangan di Mahkamah Internasional (ICJ), Israel dituduh melakukan tindakan genosida.
Dalam putusan terbarunya, ICJ memerintahkan Israel untuk segera menghentikan operasi militernya di Rafah, Gaza Selatan, di mana lebih dari 1 juta warga Palestina telah mencari perlindungan.
Artikel Terkait
Pertamina Patra Niaga Sigap Tambah Solar dan LPG 3 kg
Kemenkes Catat Hingga Pekan ke-22, Kasus DBD Melebihi Kasus Tahun 2023
Warga Diimbau Tak Gunakan Kantong Plastik Sekali Pakai untuk Daging Kurban