nasional

Draf Revisi UU Penyiaran Dinilai IJTI Berpotensi Ancam Kebebasan Pers

Sabtu, 11 Mei 2024 | 18:10 WIB
Ilustrasi pers. (Freepik)

KALTENGLIMA.COM - Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) menyoroti rencana revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. IJTI menyayangkan draf revisi UU Penyiaran disusun dengan tidak cermat dan berpotensi mengancam kebebasan pers.

"Dari proses penyusunan, IJTI menyayangkan draf revisi UU Penyiaran terkesan disusun secara tidak cermat dan berpotensi mengancam kemerdekaan pers telebih penyusunan tidak melibatkan berbagai pihak seperti organisasi profesi jurnalis atau komunitas pers. Dalam draf revisi UU Penyiaran terdapat sejumlah pasal yang menjadi perhatian khusus bagi IJTI," kata Ketua Umum IJTI, Herik Kurniawan melalui keterangan tertulis, Sabtu (11/5/2024).

Herik mengatakan dalam Pasal 50 B ayat 2 huruf C pada draf revisi UU Penyiaran melarang penayangan ekslusif karya jurnalistik investigasi. Pasal itu menimbulkan banyak tafsir dan membingungkan.

Baca Juga: Dibekuk Karena Narkoba, Epy Kusnandar Berikan Jawaban Ketus

"IJTI memandang pasal tersebut telah menimbulkan banyak tafsir dan membingungkan, pertanyaan besarnya mengapa RUU ini melarang televisi menayangkan secara eksklusif karya jurnalistik investigasi? Selama karya tersebut memegang teguh kode etik jurnalistik, berdasarkan fakta dan data yang benar, dibuat secara profesional dan semata-mata untuk kepentingan publik maka tidak boleh ada yang melarang karya jurnalistik investigasi disiarkan di televisi," ujarnya.

Menurutnya dengan adanya pelarangan penayangan karya jurnalistik investigasi sebagai upaya pembungkaman dan intervensi bagi kebebasan pers. Ia mengatakan hal tersebut sebagai ancaman serius sebab berpotensi menjadi alat kekuasaan dan politik.

"Secara subtansi pasal pelarangan tayangan eksklusif jurnalistik investigasi di televisi bisa diartikan sebagai upaya intervensi dan pembungkaman terhadap kemerdekaan pers di tanah air. Upaya ini tentu sebagai suatu ancaman serius bagi kehidupan pers yang tengah dibangun bersama dengan penuh rasa tanggung jawab. Tidak hanya itu, dikhawatirkan revisi RUU Penyiaran akan menjadi alat kekuasan serta politik oleh pihak tertentu untuk mengkebiri kerja-kerja jurnalistik yang profesional dan berkualitas," tuturnya.

Baca Juga: Istimewa, Pernikahan Rizky Febian dan Mahalini Dihadiri 2 Adik Sambung

Selan itu, IJTI juga menyoroti Pasal 50 B ayat 2 huruf K tentang isi siaran dan konten siaran yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan, dan pencemaran nama baik. Pasal tersebut dinilai membingungkan dan berpotensi membungkam kerja jurnalis.

"Pasal ini sangat multi tafsir terlebih yang menyangkut penghinaan dan pencemaran nama baik. IJTI memandang pasal yang multi tafsir dan membingungkan berpotensi menjadi alat kekuasan untuk membungkam dan mengkriminalisasikan jurnalis/pers," ucapnya.

"Kita sepakat bahwa sistem tata negara menggunakan demokrasi, dan pers merupakan pilar keempat dari demokrasi. Pers memiliki tanggung jawab sebagai control sosial agar proses bernegara berjalan transparan, akuntable dan sepenuhnya memenuhi hak-hak publik," lanjutnya.

Baca Juga: Bapaslon Pilkada Banyak yang Belum Serahkan Syarat Dukungan Perseorangan, Ini Penyebabnya

Kemudian, Pasal 8A huruf q dan Pasal 42 ayat 2 yang mengatakan penyelesaian sengketa terkait dengan kegiatan jurnalistik Penyiaran dilakukan oleh KPI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. IJTI meminta pasal itu untuk dikaji ulang.

"Pasal ini harus dikaji ulang karena bersinggungan dengan UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers yang mengamanatkan penyeleseaian sengketa jurnalistik dilakukan di Dewan Pers. IJTI juga memandang bahwa penyelesaian sengketa jurnalistik penyiaran di KPI berpotensi mengintervensi kerja-kerja jurnalistik yang profesional, mengingat KPI merupakan lembaga yang dibentuk melalui keputusan politik di DPR," jelasnya.

Halaman:

Tags

Terkini

Bupati Bekasi Jadi Tersangka KPK Punya Harta Rp 79,1 M

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:10 WIB

KLH Angkut 116 Ton Sampah di Pasar Cimanggis Tangsel

Jumat, 19 Desember 2025 | 17:50 WIB