KALTENGLIMA.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap bahwa banyak pihak diduga menerima aliran dana gratifikasi dari kasus metrik ton tambang batu bara serta tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari.
Pelaksana tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa banyaknya penerima dana membuat penyidikan berkembang dengan lamban karena penyidik harus menelusuri satu per satu pihak yang diduga menikmati hasil gratifikasi tersebut.
Ia menegaskan bahwa seluruh aset sitaan masih berada dalam rumah penyimpanan barang rampasan negara tanpa ada pengembalian, termasuk kendaraan yang sebelumnya disita dari Ketua Pemuda Pancasila, Japto Soerjosoemarno.
Baca Juga: Penggerebekan di Berlan Matraman, BNN Temukan Mesin Penghitung Uang di Rumah Bandar
Dalam proses penyidikan, KPK telah menyita berbagai aset bernilai tinggi. Dari kediaman Japto, penyidik mengamankan 11 unit mobil mewah, mulai dari Jeep Gladiator Rubicon, Landrover Defender, Toyota Land Cruiser, Mercedes Benz, hingga Toyota Hilux, Mitsubishi Coldis, dan Suzuki.
Selain itu, KPK juga menyita uang tunai senilai Rp 56 miliar dalam mata uang rupiah maupun asing, dokumen penting, serta barang bukti elektronik.
Tindakan serupa dilakukan di rumah Ahmad Ali, yang kini menjadi politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Dari lokasi tersebut, penyidik menyita uang dalam bentuk rupiah dan valuta asing senilai Rp 3,49 miliar, dokumen, barang bukti elektronik, serta tas dan jam tangan bermerek.
Baca Juga: Kejagung Telusuri Kasus Petral, Tersangka Minyak Mentah Mulai Diperiksa
Asep menegaskan bahwa sejauh ini tidak ada aset sitaan dari kedua pihak tersebut yang telah dikembalikan dan semua kini berada di bawah pengelolaan Direktorat Pelacakan Aset, Pengelolaan Barang Bukti, dan Eksekusi (Labuksi).
KPK sendiri terus menelusuri aliran dana terkait dugaan korupsi dalam ekspor batu bara yang diduga melibatkan Rita Widyasari. Penyidikan ini juga menjadi pintu masuk untuk mendalami praktik pencucian uang dalam kasus tersebut.
Rita telah ditetapkan sebagai tersangka bersama Khairudin, Komisaris PT Media Bangun Bersama, sejak Januari 2018.
Baca Juga: DPR Minta Polisi Lebih Cepat Tanggap Inbas Kasus Kematian Alvaro
Keduanya diduga melakukan pencucian uang dari hasil gratifikasi proyek dan perizinan di Kutai Kartanegara dengan total mencapai Rp 436 miliar.
Saat ini, Rita sedang menjalani masa hukuman di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Pondok Bambu, Jakarta Timur, setelah divonis bersalah menerima gratifikasi sebesar Rp 110,7 miliar dan suap senilai Rp 6 miliar.
Putusan tersebut dijatuhkan oleh Pengadilan Tipikor Jakarta pada Juli 2018, dengan hukuman 10 tahun penjara.