kaltenglima.com - Pro-kontra soal penghapusan tenaga honorer mulai tahun 2023 masih terus bergulir. Pemerintah daerah tak bisa begitu saja menjalankan aturan tersebut, karena menyangkut kepentingan berbagai pihak.
Beberapa daerah sepakat mengikuti aturan dari pemerintah pusat. Tetapi banyak pula daerah lain menyatakan akan tetap memakai tenaga honorer.
Komisi IX DPR-RI bersama mitranya dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) kembali membahas soal tenaga honorer, Selasa (29/3/2022) seperti dikutip dari kompas.com.
Dalam rapat dengar pendapat (RDP) tersebut terungkap bahwa banyak instansi di pemerintah daerah (pemda) dan pemerintah kota (pemkot) yang masih nekat merekrut tenaga honorer.
"Walaupun sudah dilarang sejak 2005, masih saja pemda atau pemkot-pemkot nakal merekrut tenaga honorer karena kebutuhannya ada di sana," ujar Deputi Bidang Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) Alex Denni di hadapan anggota DPR.
Alex Denni juga mengungkapkan persoalan lain yang dihadapi pemerintah, karena peserta seleksi CPNS yang berada di kawasan terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) minim.
Pemerintah mennyediakan formasi CPNS di daerah 3T mencapai lebih dari 117 ribu formasi. Namun, tidak ada pelamarnya. Pada tahun ini, pemerintah tidak membuka formasi CPNS. Sebagai gantinya, pemerintah hanya akan merekrut PPPK.
Sementara dari Solo diinformasikan Wali Kota Gibran Rakabuming Raka, mesti segera mencarikan solusi berkaitan dengan 4.000 tenaga honorer Pemkot Solo yang akan menganggur.
Ribuan tenaga honorer itu bakal kehilangan pekerjaan menyusul aturan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) akan menghapus status tenaga honorer di pemerintahan mulai 2023.
Anggota DPRD Kota Solo YF Sukasno mengatakan, jumlah tenaga honorer di lingkup Pemkot Solo mencapai sekitar 4 ribu orang. Mereka berstatus tenaga kontrak dengan perjanjian kerja (TKPK).
Penerimaan tenaga honorer yang Terus dilakukan justru memberatkan APBD. Di Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah, misalnya, anggaran untuk belanja pegawai pembayaran tenaga kontrak mencapai Rp16 miliar lebih satu bulannya. Apalagi PAD salah satu kabupaten di Kalteng ini hanya berkisar Rp80 miliar. (*)