KALTENGLIMA.COM - Puasa Ramadan biasanya menjadi ajang kesempatan oleh masyarakat untuk menurunkan berat badan. Terbantu dengan pola makan yang lebih teratur selama puasa, olahraga jadi lebih efektif membakar lemak tubuh. Spesialis kedokteran olahraga Mayapada Hospital Tangerang, dr Febianto Nurmansyach, SpKO, beri penjelasan bahwa proses pembakaran lemak tubuh dipengaruhi oleh dua faktor penting, yaitu pola makan atau diet dan aktivitas fisik, salah satunya dengan berolahraga.
Menurutnya, puasa termasuk modifikasi diet karena pola makan berubah dibanding hari biasanya. Dengan didukung olahraga yang tepat, kondisi ini bisa meningkatkan efektivitas pembakaran lemak dalam tubuh.
"Dalam beberapa penelitian apabila kebiasaan pola makan dikombinasikan dengan pola latihan atau aktivitas fisik, itu lebih cenderung memiliki keunggulan untuk mengurangi konsumsi atau simpanan energi dalam tubuh kita, yang salah satunya lemak," ungkap dr Febianto.
Baca Juga: Beri Kemudahan Klaim JHT Terdampak PHK, BPJS Ketenagakerjaan Buka Layanan Prioritas di Sritex
Ia mengatakan, aktivitas fisik dalam bentuk olahraga bisa membantu proses pembakaran lemak dengan maksimal sedangkan puasa dapat mengontrol asupan lemak agar tidak berlebihan. Sehingga, dr Febianto sangat menyarankan olahraga selama bulan puasa, terkhusus untum orang-orang yang ingin menurunkan berat badan. dr Febianto menyebutkan terdapat 3 pilihan waktu populer untuk orang yang mau tetap berolahraga selama berpuasa. Ketiganya adalah setelah sahur, sebelum berbuka, dan setelah berbuka puasa atau usai tarawih.
Ia juga mengingatkan masyarakat agar memperhatikan intensitas dan durasi berolahraga selama puasa. Jangan sampai olahraga yang dilakukan berlebihan justru dapat mengganggu kesehatan dan ibadah selama bulan Ramadan.
"Kalau misalnya (olahraga) malam hari, disarankan itu sebenarnya bagi mereka yang umumnya jarang berolahraga sebelum puasa, intensitasnya ringan sampai sedang, dengan durasi kalau intensitas ringan atau sedang itu durasinya sekitar 60-90 menit," tuturnya.
"Kalau kita ukur dengan alat yang banyak sekarang ini smartwatch yang bisa memantau denyut jantungnya, biasanya sekitar 60-70 persen maksimal," tandas dr Febianto.