KALTENGLIMA.COM - Dunia tinju tengah berduka atas kematian tragis yang dialami petinju papan atas Jepang, Shigetoshi Kotari. Ia meninggal dunia di usia yang masih muda, yaitu 28 tahun.
Kematiannya terjadi hanya enam hari usai ia meninggalkan ring, pasca bertarung memperebutkan gelar juara. Dilansir dari Marca, Kotari kehilangan kesadaran setelah pertarungannya dengan Yamato Hata pada 2 Agustus 2025.
Ia langsung dilarikan ke rumah sakit dan menjalani operasi otak darurat untuk hematoma subdural. Walaupun telah diupayakan oleh tim medis, Kotari meninggal akibat luka-lukanya.
Baca Juga: Viral! Pasien Alami Gangguan Sumsum Tulang Usai Dokter Salah Beri Resep Obat
"Beristirahatlah dalam damai, Shigetoshi Kotari. Dunia tinju berduka atas kematian tragis petarung Jepang, Shigetoshi Kotari, yang meninggal dunia akibat cedera yang dideritanya saat pertarungan perebutan gelar pada 2 Agustus," tulis The World Boxing Organisation (WBO) atau organisasi tinju dunia.
Melansir dari Times of India, hematoma terjadi ketika darah terkumpul di antara otak dan lapisan luarnya (dura mater). Dalam kasus Kotari, pukulan berulang kali ke kepala kemungkinan menyebabkan robeknya pembuluh darah kecil, yang memungkinkan darah mengumpul dan menekan otak.
Bahayanya terletak pada kenyataan jika otak tak memiliki tempat untuk berkembang di dalam tengkoran yang kaku. Bahkan, perdarahan kecil bisa menyebabkan pembengkakan, yang memutus suplai oksigen ke area kritis.
Jika tak segera ditangani, tekanan ini dapat menyebabkan kerusakan otak permanen, atau seperti dalam kasus Kotari bisa berakibat fatal sampai meninggal dunia.
Baca Juga: Wow! Film Believe-Takdir, Mimpi, Keberanian Tembus 800 Ribu Penonton
Salah satu fakta paling mengkhawatirkan tentang trauma kepala ialah bahwa gejalanya dapat tertunda. Dalam pertarungan Kotari, tak ada knockdown dramatis atau tekanan yang terlihat selama pertandingan.
Para petarung seringkali terus berjuang melawan rasa sakit, yang membuat adrenalin menutupi tanda-tanda awal, seperti pusing atau penglihatan kabur. Ketika gejala yang jelas, seperti sakit kepala parah, muntah, atau pingsan muncul, kerusakan mungkin sudah parah.
Inilah sebabnya para ahli menekankan evaluasi pasca-pertandingan segera dan pemantauan lanjutan di sisi ring, bahkan ketika seorang petinju tampak baik-baik saja.
Baca Juga: Arbani Yasiz dan Raissa Ramadhani Resmi Menikah
Setelah meninggalnya Kotari, Komisi Tinju Jepang mengurangi durasi pertarungan perebutan gelar OPBF di masa mendatang, dari 12 ronde menjadi 10 ronde. Walaupun ini merupakan langkah maju, para ahli percaya masih banyak yang harus dilakukan, seperti: