KALTENGLIMA.COM - Dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah yang berlangsung antara 2015-2022, Harvey Moeis, yang menjadi saksi dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, mengakui menerima insentif bulanan sekitar Rp50 juta hingga Rp100 juta dari Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT), Suparta. Insentif ini diberikan tanpa perjanjian tertulis dan diterima melalui transfer ke rekening pribadinya.
Menurut Harvey, ia hanya membantu Suparta sebagai perpanjangan tangan PT RBT, mengingat hubungan pribadi mereka yang dekat, seperti keluarga. Kerjasama ini juga diklaim berlangsung singkat, dan keterlibatannya dalam PT RBT berakhir setelah kerja sama smelter dengan PT Timah selesai.
Kasus ini juga menyeret beberapa terdakwa lain, seperti Suwito Gunawan (Pemilik Manfaat PT Stanindo Inti Perkasa), yang diduga menerima Rp2,2 triliun, dan Robert Indarto (Direktur PT Sariwiguna Binasentosa), yang menerima Rp1,9 triliun.
Baca Juga: Prabowo Bakal Naikkan Gaji Guru, Segini Besarannya
Keduanya didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari dana yang diterima. Rosalina, General Manager Operational PT Tinindo Inter Nusa (TIN) periode 2017-2020, juga terlibat dalam kasus ini, meskipun tidak menerima uang ataupun melakukan TPPU.
Kerugian negara dalam kasus ini mencapai sekitar Rp300 triliun, yang terdiri dari Rp2,28 triliun atas kerugian kerja sama sewa-menyewa peralatan pengolahan timah, Rp26,65 triliun atas kerugian pembayaran biji timah kepada mitra tambang PT Timah, dan Rp271,07 triliun akibat kerugian lingkungan.
Para terdakwa diancam dengan pasal-pasal dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Artikel Terkait
Komdigi Optimis Jalankan Program Makin Cakap Digital Usai Gandeng Ghea Indrawari
La Nina Bakal Selimuti Indonesia Hingga Bulan Ini
Cak Imin Fokus UMKM usai Dilantik Jadi Menko