KALTENGLIMA.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan masih membuka kemungkinan untuk memanggil Abdul Muhaimin Iskandar, yang menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada 2009–2014, serta Hanif Dhakiri, Menteri Ketenagakerjaan periode 2014–2019.
Pernyataan ini disampaikan menyusul pemeriksaan dua mantan staf khusus di era Hanif, yaitu Maria Magdalena dan Nur Nadlifah, sebagai saksi dalam perkara dugaan pemerasan terkait perizinan penggunaan tenaga kerja asing di Kementerian Ketenagakerjaan.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyampaikan bahwa penyidik masih mendalami dugaan praktik pemerasan yang berlangsung saat ini, dan tidak menutup kemungkinan kejadian serupa terjadi pada periode sebelumnya.
Baca Juga: Donald Trump Pangkas Tarif Impor Indonesia, Harga Emas Antam Jatuh
Oleh karena itu, ruang untuk memanggil pejabat dari masa lalu tetap terbuka lebar, termasuk kemungkinan memeriksa Cak Imin dan Hanif Dhakiri dalam kapasitas sebagai saksi guna menguak apakah praktik tersebut sudah berlangsung sejak lama.
Kasus ini melibatkan delapan tersangka yang merupakan aparatur sipil negara di Kementerian Ketenagakerjaan. Menurut KPK, mereka diduga mengumpulkan sekitar Rp53,7 miliar melalui pemerasan terhadap pemohon izin RPTKA selama 2019–2024.
KPK juga menjelaskan bahwa RPTKA adalah syarat wajib bagi tenaga kerja asing untuk bisa bekerja secara legal di Indonesia.
Baca Juga: Kejagung Menetapkan 4 Tersangka dalam Kasus Korupsi Chromebook di Kemendikbudristek
Tanpa izin ini, proses penerbitan izin kerja dan tinggal tidak bisa dilanjutkan, dan perusahaan bisa dikenai denda harian, sehingga muncul tekanan untuk menyuap demi mempercepat proses perizinan.
Artikel Terkait
Polda Sumatera Utara Minta Tiga Tempat Malam Ditutup karena Diduga Markas Narkoba
BNN Tidak Lagi Menangkap Pengguna Narkoba, Politisi Demokrat: Jangan Tebang Pilih
Ketua DPD Berharap Kesepakatan IEU-CEPA Ciptakan Peluang Peningkatan Investasi
Kejagung Menetapkan 4 Tersangka dalam Kasus Korupsi Chromebook di Kemendikbudristek