KALTENGLIMA.COM - Komjen Wahyu Widada, Kabereskrim Mabes Polri menguak pola korupsi yang sering terjadi di lingkup pemerintahan desa.
Ia mengatakan bahwa ada beberapa dana desa yang dikumpulkan, lalu kemudian digunakan berlibur ke suatu tempat dengan alasan studi banding.
"Dana desa dikumpulkan untuk plesiran, untuk Seolah-olah studi banding ke suatu tempat. Hal-hal yang tidak boleh dilakukan," ujar Komjen Wahyu dalam acara Badan Pembina Hukum Nasional Kemenkumham dalam tema 'Strategi dan Sinergitas Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi', pada Rabu (25/10).
Baca Juga: Jumat Berkah, Bersama TNI-POLRI, PT IMK Salurkan Bantuan
Ia tidak mengelak hal tersebut bisa saja terjadi karena kurangnya pemahaman para aparat desa terkait penggunaan dana desa.
Maka dari itu, melalui Bhabinkamtibmas pihak polri akan terus berusaha memberikan pendampingan di setiap penggunaan dana desa.
Berlandaskan data milik Polri, tren kasus korupsi hampir terjadi di semua tingkatan pejabat publik. Dari tingkatan selevel Kepala Desa sampai Menteri.
Baca Juga: Jembatan Kaca Banyumas Tewaskan Pengunjung, 12 Saksi Diperiksa
"Pelaksanaan tindak pidana korupsi ini trennya semakin banyak, dilakukan dari tingkat paling bawah sampai juga tinggi," ujar Wahyu.
Tidak hanya di lingkup pemerintahan, kasus korupsi juga kerap terjadi di lingkup swasta. Contohnya, tindakan match fixing dalam sepak bola.
"Dengan ada perkembangan teknologi di era globalisasi ini membuat modus korupsi semakin berkembang dan semakin sulit untuk dideteksi," ucap Wahyu.
Baca Juga: French Open 2023 Apriyani Rahayu/Siti Fadia Melaju ke Perempatfinal
Dari sisi penegak hukum, Komjen Wahyu beranggapan adanya potensi multitafsir terkait penegakan hukum korupsi dalam UU Nomor 20 tahun 2001 dengan UU nomor 1 KUHP Tahun 2023.
Ia juga mengatakan terdapat beberapa perubahan di dalam Omnibus Law Ciptaker yang merubah kepastian hukum tentang korupsi.