KALTENGLIMA.COM - Kasus bunuh diri di kalangan anak muda perlu mendapatkan perhatian serius. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sekitar 800 ribu orang di dunia meninggal akibat bunuh diri setiap tahun, dengan sebagian besar kasus dialami oleh anak muda.
Di Indonesia, data dari Badan Pusat Statistik dan Kementerian Kesehatan RI menunjukkan bahwa angka bunuh diri di kalangan usia produktif (15-64 tahun) meningkat dan mengkhawatirkan.
Kepala Organisasi Riset Kesehatan BRIN, Ni Luh Putu Indi Dharmayanti, menyatakan bahwa pada tahun 2022, tercatat sekitar 2.500 kasus bunuh diri di Indonesia.
Baca Juga: Bocah Bawa Kabur Mobil hingga Tabrakan di Kemang, Ternyata Punya Tetangga
Meskipun angka ini tampak kecil dibandingkan dengan populasi total, setiap kasus mewakili nyawa yang hilang dan setiap nyawa sangat berharga.
Bunuh diri pada usia produktif tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga pada keluarga, lingkungan kerja, dan masyarakat secara luas.
Peneliti ahli muda Pusat Riset Kesehatan Masyarakat dan Gizi BRIN, Yurika Fauzia Wardhani, menjelaskan bahwa bunuh diri adalah fenomena kompleks dengan banyak faktor penyebab.
Baca Juga: OJK Tegaskan Blacklist Rekening yang Terindikasi Judi Online
Kasus bunuh diri pada usia muda umumnya dipicu oleh tekanan akademis dan sosial, harapan tinggi untuk berprestasi, perubahan hormon dan emosi, masalah keluarga, bullying, pengaruh media informasi bebas, masalah identitas diri, dan kurangnya akses sumber dukungan.
Selama pandemi, banyak kasus bunuh diri yang muncul di media sosial. Berdasarkan data yang dikumpulkan dari 2012 hingga 2023, kasus bunuh diri tertinggi terjadi pada usia produktif/remaja dan dewasa.
Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki memiliki angka bunuh diri yang lebih tinggi. Yurika menjelaskan bahwa budaya patriarki dan norma sosial yang menuntut laki-laki untuk tegar dan kuat sering kali membuat mereka memendam masalah, yang akhirnya memicu depresi dan bunuh diri.
Baca Juga: KPK Geledah LPEI di Balikpapan, Sita Rp 4,6 M dan 100 Perhiasan
Untuk mencegah bunuh diri, Yurika menyarankan peningkatan kesadaran dan pendidikan, pelayanan kesehatan mental yang lebih baik, pelatihan dan dukungan untuk keluarga dan komunitas, serta kerjasama dengan instansi terkait untuk membuat program pencegahan bunuh diri.