KALTENGLIMA.COM - Pemerintah Indonesia tengah mempersiapkan langkah hukum untuk menggugat pembatalan kontrak pengadaan satelit antara Kementerian Pertahanan (Kemenhan) dan perusahaan Detenté Operation yang kini menjadi sengketa di forum arbitrase internasional, yaitu International Chamber of Commerce (ICC) di Singapura.
Wakil Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Wamenko Kumham Imipas), Otto Hasibuan, menegaskan bahwa Indonesia tidak boleh kalah dalam kasus ini karena menyangkut kedaulatan hukum dan kerugian negara.
Dalam rapat lanjutan perkara yang digelar pada 11 Juni di Jakarta, Otto menekankan pentingnya menunjukkan bukti kuat dan dasar hukum yang jelas sebagai bentuk ketegasan negara dalam menghadapi pihak-pihak yang merugikan.
Baca Juga: Tragedi di Ahmedabad: Pesawat Air India Jatuh dan Hantam Asrama Dokter, Diduga Tewaskan Banyak Orang
Rapat tersebut dihadiri oleh sejumlah pejabat penting, termasuk Deputi Koordinasi Hukum Kemenko Kumham Imipas Nofli, Dirjen Kekuatan Pertahanan Kemenhan Marsda TNI Hendrikus Haris Haryanto, Kepala Biro Hukum Kemenhan Helmy Zulfadli Lubis, perwakilan dari Kejaksaan Agung, serta tim kuasa hukum yang menangani perkara.
Nofli menambahkan bahwa penanganan kasus ini memerlukan sinergi lintas lembaga dan pendekatan multidimensi, baik pidana, perdata, maupun jalur internasional, karena menyangkut marwah negara di mata hukum global.
Permasalahan bermula dari kontrak pengadaan satelit dan perangkat komunikasi yang ditandatangani pada tahun 2018.
Baca Juga: KPK Panggil WN Singapura untuk Bersaksi pada Kasus Dana Operasional Papua
Namun, hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengungkapkan bahwa barang yang diterima oleh Kemenhan hanya bernilai sekitar Rp1,9 miliar, sangat jauh dari nilai kontrak yang mencapai Rp350 miliar.
Barang-barang tersebut pun ternyata hanyalah telepon genggam biasa dan bukan perangkat komunikasi satelit seperti yang dijanjikan. Hal ini memunculkan dugaan kuat terjadinya penipuan.
Lebih lanjut, pemerintah menilai bahwa kontrak tersebut cacat hukum dan dibuat dengan itikad tidak baik.
Baca Juga: Menko Polkam Pimpin Langsung Pemusnahan Sabu 2 Ton di Batam
Kepala Biro Hukum Kemenhan, Helmy Zulfadli Lubis, mengungkapkan bahwa kontrak ditandatangani oleh seorang warga negara asing asal Hungaria yang kini dicurigai sebagai pelaku utama penipuan.