"Penundaan pemilu dengan alasan butuh waktu adaptasi pemberlakuan sistem proporsional tertutup," katanya.
Baca Juga: Harga Murah! Intip Fitur Cangih dan Spesifikasi Menarik dan Oppo A17
"Saya berpandangan tidak ada alasan untuk itu," kata Titi Anggraini yang juga pengajar pemilu pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Mahkamah Konstitusi (MK) saat ini sedang melakukan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) terhadap UUD NRI Tahun 1945, khusus terkait dengan sistem pemilu.
Dalam beberapa putusan pengujian UU Pemilu, menurut Titi, memang tidak serta-merta memberlakukan putusannya untuk pemilu yang sedang berjalan.
Baca Juga: Kebakaran, Empat Rumah warga Desa Mukut Hangus
Misalnya, Putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013 terkait pemilu serentak untuk memilih anggota legislatif dan presiden/wakil presiden, baru berlaku setelah Pemilu 2014.
Pegiat pemilu ini menegaskan bahwa MK tidak punya dasar konstitusional untuk memutus dengan langgam seperti itu.
Apalagi, Pasal 22E ayat (1) UUD NRI 1945 menyebut pemilu diselenggarakan setiap lima tahun sekali.
Baca Juga: Update Harga Toyota All New Avanza 2023 : Intip Fitur Canggihnya
"Mestinya MK konsisten dengan ketentuan konstitusi tersebut," kata Titi yang pernah sebagai Direktur Eksekutif Perludem.
Ia menekankan bahwa semua pihak mestinya mendukung MK untuk menjaga kemandirian dan kemerdekaannya dalam memutus perkara.
Serta tidak mengganggu konsolidasi dan stabilitas penyelenggaraan Pemilu 2024 yang sudah berjalan masuk pada fase krusial.
Baca Juga: Linda Mengaku Istri Siri, Teddy Minahasa : Tidak Ada, Ini Konspirasi
Di lain pihak, dosen FH UI itu memandang perlu mengevaluasi sistem pemilu pada Pemilihan Umum Anggota DPR.