Peladang Berpidah Suku Dayak Pedalaman, Tantangan Perubahan Iklim dan Laju Deforestasi

photo author
- Selasa, 15 Februari 2022 | 12:52 WIB
Lahan milik Alim (70 tahun), peladang di Desa Sungai Enau, Kalimantan Barat. Foto :Aceng Mukaram / liputan6.com (Deni Hariadi)
Lahan milik Alim (70 tahun), peladang di Desa Sungai Enau, Kalimantan Barat. Foto :Aceng Mukaram / liputan6.com (Deni Hariadi)

kaltenglima.com-Pola perladangan berpidah masih menjadi andalan warga Suku Dayak dalam menjaga ketahanan pangan, terutama mereka yang bertempat tinggal di wilayah pedalaman.

Di mana akses untuk mendapatkan pasokan pangan maupun sembako dari perkotaan relatif sulit. Sehingga, mau tidak mau mereka tetap berupaya melestarikan sistem perladangan berpindah.
Saat hasil panen dari pola perladangan berpindah tidak semelimpah tiga dekade lalu, di mana masih banyak lahan yang bisa digarap. Namun seiring dengan laju deforestasi dan perubahan iklim, produktivitas lahan jauh berkurang.


Kepala Divisi Kajian dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kalimantan Barat, Hendrikus Adam menilai, krisis iklim yang terjadi merupakan dampak pemanasan global mengemuka ditandai dengan kondisi anomali cuaca ekstrem.

“Jika musim hujan, maka akan terjadi berkepanjangan. Demikian sebaliknya. Bahkan kondisi cuaca semakin sulit diprediksi sebagaimana biasanya,” ucapnya.

Pada tahun 2021 misalnya, Juli hingga awal September, berdasarkan kalender musim ladang adalah musim kering. Petani biasa memanfaatkan momen itu guna membersihkan ladang dengan cara membakarnya seperti yang diturunkan dari orang tuanya.
Namun kenyataannya berbeda. Pada masa itu justru turun hujan. Kondisi ini berdampak pada praktik bertani ladang gilir balik yang dilakukan peladang.

“Karenanya proses bersihkan lahan akhirnya dilakukan terpaksa bulan September pertengahan hingga Oktober kemarin,” kata Hendrikus Adam.

Selain hasil pembersihan ladang tidak akan sempurna, secara otomatis juga berdampak pada waktu panen padi ladang maupun hasilnya bisa jadi tidak maksimal. Selain itu, sambung Hendrikus, dampak ikutan lainnya yang mungkin muncul adalah bencana ekologis.

“Kelompok yang paling rentan di antaranya masyarakat adat dengan praktik bertani ladangnya maupun para nelayan yang aktivitasnya juga sangat bergantung pada musim,” kata dia.

Pentingnya inovasi
Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBI NU) Provinsi Kalimantan Barat, Syamhudi, menyoroti perubahan iklim ini mesti ditanggapi dengan cara-cara yang tidak biasa. Karena metode pertanian yang mengandalkan kondisi alam bakal sangat berat menghadapi risiko perubahan iklim.

“Ini di sejumlah 14 kabupaten/kota di Kalimantan Barat kurang lebih tiga bulan mereka sudah tidak lagi beraktivitas,” kata lelaki yang mendapat penghargaan kategori Komunitas Peduli Sungai dari Kementerian PUPR tahun 2019 ini.

Syamhudi mengimbau penyuluh pertanian untuk segera turun tangan membantu petani. Dia merujuk pada metode pertanian anti-banjir bagi kawasan rendah dan rentang banjir yang pernah dilakukan Kreasi Sungai Putat.

Upaya ini sudah dicoba satu tahun belakangan dalam area yang masih sempit. “Memanfaatkan pekarangan,” tuturnya.

Selain itu, ungkap Syamhudi, pemerintah perlu memprioritaskan sektor lingkungan sebagai prioritasnya terkait upaya memperlambat laju perubahan iklim. Caranya dengan memperbaiki lahan kritis yang angkanya bertambah tiap tahunnya.

“Artinya dalam kondisi kekeringan maupun banjir petani mesti tetap bertani. Hal yang paling sederhana kita lihat risiko perubahan iklim di Kalbar ini Masyarakat Adat Dayak tidak bisa berladang, kekeringan, dan banjir,” kata dia.

Upaya pemulihan lahan kritis itu juga perlu mengedepankan konsep ekosistem daerah aliran sungai. Hutan dan sungai merupakan satu kesatuan ekosistem yang tidak terpisahkan. Saat hutan kehilangan tegakan, maka fungsi tangkapan airnya juga berkurang.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Deni Hariadi

Rekomendasi

Terkini

Bupati Bekasi Jadi Tersangka KPK Punya Harta Rp 79,1 M

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:10 WIB

KLH Angkut 116 Ton Sampah di Pasar Cimanggis Tangsel

Jumat, 19 Desember 2025 | 17:50 WIB
X