Laporan IPCC 2022: Pijaman Bank Dalam Negeri ke Industri Batubara Capai Rp89 Triliun, Harus Dihentikan

photo author
- Selasa, 1 Maret 2022 | 18:05 WIB
Brigitta Isworo Laksmi, jurnalis lingkungan senior saat merespons laporan IPCC 2022 tentang keterlibatan sektor perbankan dalam industri batubara (Tim kalteng Lima 02)
Brigitta Isworo Laksmi, jurnalis lingkungan senior saat merespons laporan IPCC 2022 tentang keterlibatan sektor perbankan dalam industri batubara (Tim kalteng Lima 02)

kaltenglima.com-Upaya untuk meredam dampak krisis iklim tidak bisa berdiri sendiri, harus mendapat dukungan penuh dari pemerintah, terutama dalam sektor perbankan yang berdasarkan laporan IPCC tahun 2022 turut andil dalam mendanai industri-industri tidak ramah lingkungan.

“Sekali lagi ilmuwan yang tergabung dalam IPCC menegaskan bahwa kita harus segera bertindak untuk dapat meredam dampak krisis iklim agar tidak semakin memburuk keadaan,” ujar Jeri Asmoro dari Indonesia Digital Campaigner 350.Org, Selasa (1/3/2022).

IPCC (Intergovernmental Panel Climate Change) merupakan panel ilmiah yang terdiri dari para ilmuwan dari seluruh dunia dan didirikan oleh 2 (dua) organisasi PBB, yaitu: World Meteorological Organization (WMO) dan United Nations Environment Programme (UNEP) pada 1988.

Dikatakanya, kini, krisis iklim telah membahayakan kehidupan bumi dan seluruh penghuninya. Semua pihak, lanjutnya, punya peran yang besar untuk menghentikan krisis iklim ini, termasuk sektor perbankan.

“Perbankan punya peran besar di sini, sebagian perbankan masih menjadi pihak yang menyebabkan berbagai bencana iklim terus terjadi ketika masih mendanai proyek energi fosil,” ujarnya,

“Kita semua mempertanyakan peran mereka, apakah mereka bagian dari solusi dengan melakukan praktik keuangan berkelanjutan yang sejati?,”

Saat ini ada empat bank di Indonesia yang masih mendanai proyek energi kotor batu bara, penyebab krisis iklim. Bank-ban itu adalah BNI, Mandiri, BRI dan BCA.

Sementara itu, Pius Ginting, Koordinator Perkumpulan AEER menyebutkan, pinjaman bank dalam negeri terhadap industri batubara masih lebih tinggi, yakni sebanyak Rp 89 triliun dalam periode 2018 - 2020 dibanding pinjaman ke energi terbarukan sebanyak 21,5 trilIun.

“Pinjaman terhadap industri batubara memang harus dihentikan dari sekarang,” tegasnya.

Menurut Interim Indonesia Team Leader 350, Firdaus Cahyadi, peran mereka dalam mendanai krisis iklim melalui pendanaan ke energi kotor batu bara sangat mengecewakan.

“Kebijakan mereka mendanai batu bara sangat megecewakan kita semua, termasuk nasabah-nasabah keempat bank itu, “ujar Firdaus Cahyadi, “BNI misalnya beberapa kali mengklaim mendukung upaya pengurangan gas rumah kaca, penyebab krisis iklim, namun ternyata masih mendanai batu bara. Ini sungguh mengecewakan,” tegasnya.

Keterlibatan masyarakat, termasuk masyarakat adat, juga diperlukan dalam mengatasi krisis iklim, “Dalam laporan IPCC yg berkaitan dengan dampak, adaptasi, dan kerentanan ini ditekankan pentingnya peran masyarakat adat dan masyarakat lokal karena mereka memiliki pengetahuan tentang dunia, tentang alam,“ ujar Brigitta Isworo Laksmi, jurnalis lingkungan senior.

“Penting untuk melibatkan mereka karena mereka yg tahu cara mengatasi krisis iklim.”

Menurutnya, Indonesia memiliki demikian banyak masyarakat adat, mestinya bisa mengambil langkah strategis dengan melibatkan mereka dalam merencanakan pembangunan untuk ketahanan iklim atau climate resilient development.(**)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Deni Hariadi

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Bupati Bekasi Jadi Tersangka KPK Punya Harta Rp 79,1 M

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:10 WIB

KLH Angkut 116 Ton Sampah di Pasar Cimanggis Tangsel

Jumat, 19 Desember 2025 | 17:50 WIB
X