KALTENGLIMA.COM - Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) turun Langsung melakukan investigasi mengusut tragedi di Stadion Kanjuruhan kita Malang, Jawa Timur.
Dalam investigasi, TGIPF menemukan beberapa fakta dan menjadi satu dari sebab kolektif terjadinya tragedi Kanjuruhan yang banyak memakan korban jiwa.
Baca Juga: Hyesung Shinhwa Mengaku Mengemudi di Bawah Pengaruh Alkohol dan Meminta Maaf
Temuan TGIPF yang diketuai Mahfud MD di antaranya ketidaklayakan stadion Kanjuruhan sebagai menyelenggarakan pertandingan dan penggunaan gas air dari pihak keamanan.
Salah satu anggota TGIPF, Profesor Rhenald Kasali menegaskan adanya penggunaan gas air mata oleh personel Polri dan tembakan gas air mata tersebut bersifat mematikan bukan meredam agresivitas massa dalam hal ini suporter.
Baca Juga: Chen EXO Akan Comeback Solo Pada Akhir Oktober
Diperparah lagi dengan adanya fakta lain bahwa beberapa dari gas air mata yang digunakan sudah kadaluarsa.
"Hal ini merupakan pelanggaran selain karena sudah dilarang dalam regulasi FIFA," sebut Rhenald Kasali
Lalu, kata dia, kepolisian seharusnya memposisikan sebagai civilian police (kepolisian berbasis sipil), bukan military police (kepolisian berbasis militer).
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sendiri sudah mendapati laporan bahwa terdapat beberapa gas air mata yang ditembakkan sudah kedaluwarsa 3 tahun.
Dikutip KaltengLima com dari berita SuaraMerdeka.com berjudul "Bantah TGIPF Polri Tegas Sebut Tidak Ada Ahli yang Berpendapat Gas Air Mata Mematikan"
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengakui, adanya penggunaan gas air mata dengan beberapa di antaranya sudah kedaluwarsa sejak awal 2021.
Namun di sisi lain, Dedi Prasetyo membantah bahwa gas air mata kadaluarsa tersebut mematikan, sebaliknya, akan mengalami segi penurunan dari segi fungsi sehingga tidak lagi efektif.
Pernyataan itu kembali ditegaskan melalui unggahan Twitter @DivHumas_Polri pada Senin, 10 Oktober 2022.“Kadiv Humas Polri, menuturkan bahwa tidak ada pendapat para ahli yang menyampaikan penggunaan gas air mata bersifat mematikan. Polri juga menjelaskan bahkan penggunaan gas air mata dalam tingkat tinggi juga tidak mematikan,” tulis @DivHumas_Polri melalui unggahan Twitter pada Senin, 10 Oktober 2022.
Irjen Dedi mengklaim bahwa pernyataannya tersebut berdasarkan pendapat Prof. Made Gelgel, guru besar Universitas Udayana, seorang ahli di bidang oksiologi atau racun dan Dr. Mas Ayu Elita, menyebutkan bahwa gas air mata dalam skala tinggi pun tidak mematikan.