Baca Juga: Jarang Main, Neymar di Al Hilal Tiba-tiba Dapat Medali Juara
Hal itu juga mencerminkan kasih sayang dan cinta yang tulus antara orang tua dan anak.
Prosesi "ngaku lepat" tidak hanya terbatas pada sungkeman anak kepada orang tua, melainkan juga mencakup meminta maaf kepada tetangga, kerabat, bahkan seluruh umat muslim.
Dengan demikian, umat Islam diajak untuk mengakui kesalahan dan saling memaafkan dengan ikhlas, yang diwujudkan dalam simbol ketupat.
Baca Juga: Ini Cara yang Tepat Menyimpan dan Menghangatkan Makanan Sisa Lebaran
Ketupat juga menjadi lambang maaf bagi masyarakat Jawa.
Ketika seseorang berkunjung ke rumah kerabat, mereka akan disuguhkan ketupat.
Dengan memakan ketupat tersebut, secara simbolis pintu maaf telah terbuka dan semua kesalahan serta khilaf di antara mereka diampuni.
Baca Juga: Sekjen PDIP Sebut Semua Kader Boleh Daftar Pilkada 2024, Kecuali Bobby
Dalam masyarakat Jawa, istilah "laku papat" (empat tindakan) diinterpretasikan melalui empat konsep, yaitu lebaran, luberan, leburan, dan laburan.
Lebaran menandakan akhir dari suatu periode, khususnya waktu puasa Ramadan dan awal dari perayaan kemenangan.
Sementara itu, luberan mencerminkan keberlimpahan atau kemurahan, seperti aliran air yang melimpah dari bak air.
Pesan moral dari luberan adalah semangat berbagi dan memberikan sebagian dari harta yang berlebih kepada yang membutuhkan.
Baca Juga: Kalahkan di Anfield, Liverpool Hancur Digulung Atalanta 0-3
Ketupat sangat identik dengan perayaan Idulfitri atau Iduladha, seolah menjadi khas masyarakat Islam.
Artikel Terkait
BAC 2024: Fajar/Rian Tersingkir di Perempatfinal Usai Berhadapan Wakil China
BAC 2024: Jonatan Christie Melaju ke Semifinal
Kondisi Terkini Winter Aespa Usai Jalani Operasi dan Mengidap Pneumotoraks
Mariska Tunjung Tersingkir di BAC 2024
Viral Khotib Salat Idul Fitri di Bantul Ceramah Sentil Jokowi dan Pemilu Curang Bikin Jemaah Bubar