KALTENGLIMA.COM - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menjelaskan fenomena suhu dingin, angin kencang dan hujan lebat pada musim kemarau di wilayah selatan ekuator Indonesia. BMKG mengatakan hal tersebut terjadi dipicu Monsun Australia yang aktif pada periode Juni hingga September.
"Pada periode 2-5 Juli 2025 masyarakat juga perlu mewaspadai potensi hujan lebat di sejumlah wilayah," kata Direktur Meteorologi Publik BMKG Andri Ramadhani dilansir Antara, Rabu (2/7/2025).
Andri menjelaskan Monsun Australia merupakan angin musiman yang datang dari Benua Australia menuju utara melewati Indonesia. Angin ini bersifat kering dan cukup dingin sebab berasal dari Australia yang sedang musim dingin.
Baca Juga: Redmi Pad 2 Akan Tersedia di Indonesia Mulai 4 Juli 2025
Berdasarkan analisis BMKG dampak utama Monsun Australia terasa di wilayah selatan Indonesia seperti Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Cuaca menjadi lebih kering dan hujan turun lebih jarang, sehingga wilayah itu memasuki musim kemarau.
"Selain itu, suhu udara pada malam hingga dini hari bisa terasa lebih dingin dari biasanya," ujar Andri.
Ia menambahkan, angin Monsun Australia juga menyebabkan angin bertiup lebih kencang, terutama di daerah pesisir selatan Indonesia. Walau demikian, BMKG memprakirakan pada periode 2-5 Juli mendatang akan terjadi potensi hujan dengan intensitas lebat di sebagian wilayah, khususnya Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, dan Papua Selatan.
"Potensi hujan lebat ini terpantau dari prediksi anomali radiasi gelombang panjang atau Outgoing Longwave Radiation (OLR) yang menunjukkan nilai negatif, menandakan langit lebih banyak tertutup awan," katanya.
Baca Juga: Terungkap Rahasia Kamera iPhone Tampak Lebih Jernih dari Android
BMKG mengingatkan jika kondisi cuaca kering berkepanjangan akibat Monsun Australia tetap bisa memicu risiko kekeringan yang berdampak pada ketersediaan air dan sektor pertanian, serta meningkatkan risiko kebakaran hutan dan lahan di sejumlah daerah rawan.
Selain itu, angin timuran yang cukup kencang bisa menyebabkan gelombang laut lebih tinggi di perairan selatan Jawa hingga Nusa Tenggara, yang harus diwaspadai oleh pelayaran dan nelayan.
"Meskipun fenomena ini wajar terjadi setiap tahun, masyarakat tetap perlu bijak menggunakan air, memantau informasi resmi BMKG, dan waspada terhadap potensi cuaca ekstrem," kata Andri.
Baca Juga: Jangan Diabaikan! Kelelahan Seperti Ini Bisa Jadi Tanda Diabetes hingga Kanker
Artikel Terkait
Pj Bupati Barut Hadiri Hut Bhayangkara ke-79, Indra Gunawan Bacakan Sambutan Kapolda Kalteng
Mahasiswa UGM yang Hilang Setelah Longboat Karam di Maluku Ditemukan Meninggal Dunia
Nasib Elkan Baggott di Ipswich Town Terancam?
Bejat! Ayah Tiri Perkosa Gadis Disabilitas, Pelaku Ditangkap
Ilmuwan Sebut Ini yang Terjadi di Otak Orang Pemalas