Publik Desak KPK Segera Tetapkan Tersangka Kasus Kuota Haji, Ini Respons KPK

photo author
- Kamis, 23 Oktober 2025 | 14:44 WIB
Ilustrasi KPK.  (Foto: Shutterstock)
Ilustrasi KPK. (Foto: Shutterstock)

KALTENGLIMA.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyadari bahwa masyarakat menantikan penetapan tersangka dalam kasus dugaan korupsi kuota dan penyelenggaraan haji tahun 2023–2024 di Kementerian Agama (Kemenag).

Namun, KPK menegaskan bahwa proses hukum harus dijalankan secara bertahap, mulai dari pengumpulan keterangan para saksi hingga perhitungan kerugian negara.

Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan bahwa pihaknya juga memiliki keinginan yang sama dengan masyarakat untuk menyelesaikan kasus tersebut secepat mungkin, tetapi tetap harus melalui setiap tahapan penyidikan dengan hati-hati agar tidak ada prosedur yang terlewati.

Baca Juga: Usai Divonis 10 Tahun Penjara, Antonius Kosasih Kembali Dipanggil KPK

Ia menegaskan bahwa seluruh proses akan diuji di persidangan, sehingga setiap langkah harus dilakukan secara cermat dan sesuai ketentuan hukum.

Sebelumnya, KPK telah membuka penyidikan terkait dugaan korupsi kuota dan penyelenggaraan haji 2023–2024 di Kemenag, namun hingga kini belum menetapkan tersangka karena masih menggunakan surat perintah penyidikan (sprindik) umum.

Sprindik ini mengacu pada Pasal 2 Ayat 1 dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Baca Juga: Bupati Barut Koordinasi ke Kemenkeu, Matangkan Penarikan Dana TDF 2025 dan Sisa DAK Fisik

Berdasarkan ketentuan tersebut, kasus ini mengindikasikan adanya kerugian negara yang jumlahnya mencapai lebih dari Rp1 triliun.

Nilai kerugian itu masih bersifat sementara karena KPK masih berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk memperoleh hasil perhitungan yang akurat.

Kasus ini berawal dari pemberian tambahan kuota haji sebanyak 20.000 oleh pemerintah Arab Saudi kepada Indonesia dengan tujuan mengurangi antrean jamaah.

Baca Juga: Perkuat Pengawasan dan Tata Kelola, BPKP Sampaikan Laporan Eksekutif dan Policy Brief ke Gubernur Kalteng

Namun, pembagian kuota tersebut dinilai bermasalah karena dibagi rata, yaitu 50 persen untuk haji reguler dan 50 persen untuk haji khusus, berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Agama yang ditandatangani Yaqut Cholil Qoumas.

Padahal, menurut ketentuan perundang-undangan, pembagian seharusnya adalah 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.

Dugaan penyimpangan muncul karena adanya aliran dana dari pihak travel haji, umrah, maupun asosiasi yang menaunginya kepada Kementerian Agama.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Laili Rukhmina

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Bupati Bekasi Jadi Tersangka KPK Punya Harta Rp 79,1 M

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:10 WIB

KLH Angkut 116 Ton Sampah di Pasar Cimanggis Tangsel

Jumat, 19 Desember 2025 | 17:50 WIB
X