KALTENGLIMA.COM - Anggota Komisi XII DPR RI, Ratna Juwita Sari, menilai bahwa keputusan pemerintah untuk menghentikan sementara aktivitas tambang nikel milik PT Gag Nikel di Pulau Gag, Raja Ampat, merupakan langkah yang tepat.
Namun demikian, ia mendesak agar langkah serupa juga diterapkan terhadap sejumlah perusahaan lain yang beroperasi di kawasan Raja Ampat, terutama karena telah ditemukan sejumlah pelanggaran oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).
Ratna menyampaikan apresiasinya atas respon cepat pemerintah terhadap PT Gag Nikel, tetapi menegaskan bahwa perusahaan-perusahaan lain juga patut dihentikan operasionalnya, bahkan dicabut izinnya berdasarkan temuan pelanggaran oleh KLH.
Baca Juga: Orang-orang Mulai Tinggalkan Instagram, Ada Apa?
Ratna mengungkapkan bahwa ada tiga perusahaan lain yang diduga kuat telah melanggar aturan lingkungan di Raja Ampat.
Pertama adalah PT Anugerah Surya Pratama (ASP), yang disebut melakukan kegiatan pertambangan di Pulau Manuran seluas 746 hektare tanpa sistem manajemen lingkungan yang memadai serta tanpa pengolahan air limbah.
KLH telah melaporkan bahwa kolam penampungan limbah perusahaan tersebut jebol akibat curah hujan tinggi, dan dari pemantauan drone terlihat air laut di sekitar kawasan tambang menjadi keruh akibat sedimentasi, yang berpotensi merusak lingkungan perairan Raja Ampat.
Baca Juga: ESDM Umumkan Nama-Nama Perusahaan Tambang yang Miliki Izin Beroperasi di Wilayah Raja Ampat
Perusahaan kedua yang disorot adalah PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), yang berdiri sejak Agustus 2023 dan memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) sejak 30 Desember 2013 dengan izin hingga 20 tahun ke depan seluas 5.922 hektare.
Masalahnya, pada 2024 perusahaan ini mulai menambang bijih nikel seluas 89,29 hektare di luar izin lingkungan dan kawasan hutan yang diizinkan dalam PPKH, yakni hanya 5 hektare di Pulau Kawe.
Aktivitas penambangan ini diketahui telah menimbulkan sedimentasi hingga ke pesisir pantai, bahkan berdampak pada akar mangrove.
Baca Juga: Empat Remaja di Menteng Terancam 10 Tahun Penjara Akibat Kedapatan Bawa Celurit
Terakhir, Ratna menyoroti PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), yang memiliki IUP dengan luas konsesi sekitar 2.194 hektare mencakup Pulau Manyaifun dan Pulau Batang Pele di Distrik Waigeo Barat Kepulauan.