KALTENGLIMA.COM - Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri tengah melakukan penyelidikan terhadap dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus korupsi proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat.
Kepala Kortastipidkor Polri, Irjen Cahyono Wibowo, menyampaikan bahwa pihaknya akan segera merilis nama-nama tersangka baru yang dijerat dengan pasal TPPU.
Ia menjelaskan bahwa proyek PLTU 1 Kalbar yang dikerjakan oleh KSO PT BRN kemudian dialihkan kepada PT Praba Indopersada (PI), yang justru menimbulkan berbagai permasalahan, termasuk penggunaan peralatan yang tidak sesuai spesifikasi atau under specification, sehingga proyek tersebut menjadi mangkrak.
Baca Juga: Pabrik Kopi di Matraman Hangus Terbakar, Kerugian Ditaksir Rp1 Miliar
Selain itu, ditemukan pula tenaga kerja asal Tiongkok yang bekerja tanpa izin resmi dan harus dideportasi.
Cahyono menambahkan bahwa penyidik kini sedang menelusuri aset serta aliran dana para pihak yang terlibat, dengan total nilai aset yang diperkirakan mencapai puluhan miliar rupiah.
Beberapa pihak diketahui telah menerima aliran dana terkait kasus ini, dan penyidik masih mengumpulkan bukti tambahan sebelum merilis hasil penyelidikan secara resmi.
Baca Juga: Arab Saudi Umumkan Izinkan Umrah dengan Semua Jenis Visa
Sementara itu, Direktur Penindakan Kortastipidkor Polri, Brigjen Totok Suharyanto, mengungkapkan bahwa empat orang telah ditetapkan sebagai tersangka, yakni FM selaku mantan direktur perusahaan listrik negara, HK dan RR selaku petinggi PT BRN, serta HYL selaku Direktur Utama PT Praba Indopersada.
Ia menjelaskan bahwa pada tahun 2008, perusahaan listrik negara mengadakan lelang proyek pembangunan PLTU 1 Kalbar di Kecamatan Jungkat, Kabupaten Mempawah.
Namun, sejak awal telah terjadi rekayasa untuk memenangkan PT BRN melalui KSO BRN-Alton-OJSC, meski tidak memenuhi syarat administrasi dan teknis.
Baca Juga: KPK sebut Barang Properti Hasil Rampasan Koruptor Sepi Peminat
Pada tahun 2009, sebelum kontrak resmi ditandatangani, KSO BRN mengalihkan seluruh pekerjaan dan pengelolaan keuangan proyek kepada PT Praba Indopersada dengan kesepakatan imbalan tertentu, padahal perusahaan tersebut tidak memiliki kemampuan teknis untuk menyelesaikan proyek.
Nilai kontrak proyek mencapai 80,84 juta dolar AS dan Rp507,42 miliar dengan masa pelaksanaan hingga Februari 2012. Namun hingga akhir kontrak dan sepuluh kali amandemen, pembangunan hanya mencapai 85,56 persen dan terhenti sejak 2016 karena masalah keuangan.