Cek Gejala Penyakit di ChatGPT? Waspada, Ini Wanti-wanti Dokter-Kemenkes RI

photo author
- Kamis, 24 Juli 2025 | 18:44 WIB
Ilustrasi Chat GPT, Suatu Teknologi Language Model terkini untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas.   (Freepik)
Ilustrasi Chat GPT, Suatu Teknologi Language Model terkini untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas. (Freepik)

KALTENGLIMA.COM - Sekarang, banyak orang mulai mengandalkan teknologi kecerdasan buatan seperti ChatGPT untuk mendiagnosis penyakit secara mandiri. Setelah mendapatkan jawaban, mereka sering kali enggan berkonsultasi lebih lanjut ke dokter.
Padahal, kebiasaan ini dapat memberikan dampak serius, bahkan fatal, jika informasi yang diperoleh tidak akurat.

Direktur Utama Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah (RSJPD) Harapan Kita (Pusat Jantung Nasional Harapan Kita), Dr dr Iwan Dakota, SpJP(K), MARS menyebutkan pemanfaatan AI seperti ChatGPT dalam dunia kesehatan harus disikapi dengan hati-hati, terutama di Indonesia. Salah satu tantangan utama dalam penggunaan AI yaitu potensi bias algoritma. Hasil atau jawaban yang diberikan AI sangat tergantung pada data yang digunakan untuk melatih sistemnya. Jika data tersebut hanya berasal dari populasi Kaukasia atau negara Barat, maka output yang dihasilkan dapat menjadi sangat bias serta tidak mencerminkan kondisi kesehatan masyarakat Indonesia.

"Jadi tetap kita menganggap ChatGPT ataupun AI apapun juga hanya merupakan tools, tapi yang decision makingnya adalah si dokternya. Karena dia akan menganalisa bukan hanya itu saja, ada banyak hal lain-lain yang perlu dielaborasi untuk menyampaikan suatu kesimpulan," katanya ketika ditemui di Jakarta Selatan.

Baca Juga: Pemkab Barito Utara Gelar Peringatan ke 41 Hari Anak Nasional Tingkat Kabupaten

Menurut dr Iwan, dokter tetap memegang peran penting dalam menganalisis kondisi pasien secara menyeluruh. Diagnosis tidak bisa hanya berdasarkan jawaban instan dari AI. Ada berbagai faktor lain yang perlu dipahami sebelum sampai pada kesimpulan medis. Risiko kesalahan diagnosis atau interpretasi informasi dari AI bisa sangat berbahaya. Bayangkan apabila seseorang yang sebenarnya mengidap penyakit serius justru diberi jawaban bahwa kondisinya normal. Hal ini bisa menyebabkan keterlambatan penanganan, hingga pasien datang ke dokter saat penyakitnya sudah dalam stadium lanjut dan sulit ditangani.

"Tiba-tiba dikatakan Anda normal saja, dia akan neglect it, datang ke dokter sudah stadium yang sudah berat sekali yang tidak bisa diobati. Miss-interpretasi itu akan membahayakan sekali," imbuhnya.

"Bahwa AI adalah satu tools atau mitra kita, untuk membantu untuk menegakkan diagnosis, dan juga bisa membantu untuk menuntun ke arah terapuetik. Tapi tidak 100 persen kita percaya ke sana. Dan tidak menggantikan dokter Itu yang paling penting," sambungnya.

Baca Juga: DPRD Dukung Festival Tandak Intan Kaharingan se-Murung Raya

Sama halnya, Staf Ahli Teknologi Kesehatan Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes), Setiaji, menyebutkan database ChatGPT masih banyak yang bersumber dari luar negeri, bukan dari Indonesia. Ini bisa menyebabkan jawaban yang diberikan tidak sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia.

"Ya, pertama tadi kan bahwa ChatGPT ini kan datanya tidak ada di Indonesia. Jadi, kita harus aware gitu ya," ucapnya.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Wanda Hanifah Pramono

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Berapa Panjang Usus Halus Orang Dewasa dan Fungsinya?

Rabu, 17 Desember 2025 | 22:55 WIB

Bahaya Kebiasaan Mengunyah Es Batu bagi Kesehatan Gigi

Selasa, 16 Desember 2025 | 22:18 WIB
X