Gula Tinggi Berisiko, Pakar IPB Sarankan Cara Praktis Kurangi Asupan Manis Anak

photo author
- Jumat, 12 September 2025 | 20:11 WIB
Foto ilustrasi gula. (Pexels/Marek Kupiec )
Foto ilustrasi gula. (Pexels/Marek Kupiec )

KALTENGLIMA.COM - Konsumsi makanan dan minuman manis secara berlebihan sejak lama dikaitkan dengan risiko berbagai penyakit serius, mulai dari obesitas, kerusakan gigi, diabetes tipe 2, hingga penyakit jantung.

Kandungan gula tambahan pada produk kemasan menjadi salah satu faktor utama yang memperburuk masalah ini.

Karena itu, pembatasan asupan gula perlu mendapat perhatian serius, terutama sejak usia dini.

Baca Juga: Waduh! Cuma 6,2 Persen Orang Indonesia yang Menyikat Gigi dengan Benar

Guru besar bidang pangan dan gizi Institut Pertanian Bogor, Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS, menekankan pentingnya edukasi yang dimulai dari lingkungan keluarga.

Menurutnya, orang tua memiliki peran besar dalam mengajarkan anak-anak mengenai jenis makanan yang perlu dibatasi demi menjaga kesehatan.

Dengan begitu, anak dapat belajar menentukan pilihan saat membeli jajanan. Prof. Ali juga menyarankan adanya kesepakatan sederhana antara orang tua dan anak terkait waktu mengonsumsi makanan atau minuman manis, misalnya hanya di akhir pekan atau setiap tiga hari sekali, sehingga lebih mudah diterapkan tanpa terasa terlalu membatasi.

Baca Juga: Benarkah Air Garam Dapat Memutihkan Gigi?

Ia mengakui tantangan terbesar adalah mudahnya akses anak-anak terhadap makanan dan minuman manis dalam kemasan, terutama di sekitar sekolah dengan harga yang terjangkau.

Namun, dengan meningkatkan pemahaman tentang dampak kesehatan akibat konsumsi gula berlebih, diharapkan anak-anak mampu mengontrol pola konsumsinya dengan lebih baik.

Di sisi lain, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan bahwa pemerintah sedang menyiapkan aturan baru mengenai pencantuman informasi kandungan gizi termasuk gula, garam, dan lemak pada label produk makanan dan minuman.

Baca Juga: UNICEF Beberkan Faktor Penyebab Obesitas pada Anak dan Remaja

Menanggapi hal ini, Prof. Ali memahami bahwa penerapannya membutuhkan waktu agar industri dapat menyesuaikan diri.

Penundaan penerapan label selama dua tahun dianggap sebagai masa transisi, sehingga produsen memiliki kesempatan untuk menghabiskan stok produk yang sudah ada dan menyiapkan kemasan baru dengan label gizi yang lebih jelas.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Laili Rukhmina

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Berapa Panjang Usus Halus Orang Dewasa dan Fungsinya?

Rabu, 17 Desember 2025 | 22:55 WIB

Bahaya Kebiasaan Mengunyah Es Batu bagi Kesehatan Gigi

Selasa, 16 Desember 2025 | 22:18 WIB
X