KALTENGLIMA.COM - Pengamat pasar uang Ariston Tjendra menilai bahwa nilai tukar rupiah masih rentan mengalami pelemahan terhadap dolar AS.
Salah satu faktor yang memicu hal ini adalah kebijakan perdagangan yang diterapkan oleh Donald Trump.
Menurutnya, kebijakan kenaikan tarif Trump berpotensi meningkatkan inflasi di AS, yang dapat membuat The Federal Reserve (The Fed) lebih berhati-hati dalam memangkas suku bunga acuannya.
Baca Juga: Istana sebut Pemblokiran Anggaran Tak Berpengaruh Terhadap Pembangunan IKN
Trump telah menunda kebijakan tarif perdagangan terhadap Kanada dan Meksiko selama 30 hari, namun kebijakan tersebut tetap akan diberlakukan.
Selain itu, Trump juga berencana mengenakan tarif terhadap Uni Eropa karena menganggap blok tersebut merugikan ekonomi AS dengan pajak tinggi dan defisit perdagangan yang besar.
Selain itu, AS telah menerapkan bea masuk sebesar 10 persen untuk semua barang yang diimpor dari Tiongkok.
Baca Juga: KemenPANRB Imbau Kepastian Terkait Pencairan Gaji ke-13 Tunggu PP Terbit
Kebijakan kontroversial lainnya, seperti rencana mengambil alih Jalur Gaza dan Terusan Panama serta menutup USAID, dinilai berpotensi memicu ketidakstabilan ekonomi global.
Dalam kondisi ketidakpastian ini, pelaku pasar cenderung mencari aset aman seperti dolar AS dan emas. Ariston memperkirakan rupiah berpotensi melemah ke level Rp16.400 per dolar AS, dengan support di sekitar Rp16.280 per dolar AS.
Meskipun demikian, pada pembukaan perdagangan hari Jumat, rupiah sempat menguat 7 poin atau 0,04 persen ke posisi Rp16.334 per dolar AS dibandingkan penutupan sebelumnya di Rp16.341 per dolar AS.
Artikel Terkait
Viral! Ngamuk di Jalan Ciracas, Pria Mabuk Ditangkap
Apa Itu Tanah Letter C, Petok D, dan Girik yang Bakal Tak Berlaku?
Pemerintah Resmi Tetapkan Kebijakan PNS Kerja 3 Hari di Kantor
Makin Panas! Hotman Minta Tim Razman Naik Meja Dilarang Ikut Sidang di Indonesia