KALTENGLIMA.COM - Kejaksaan Agung telah mengungkap peran dua tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi terkait tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Subholding serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018–2023.
Dalam konferensi pers di Jakarta, Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, mengumumkan bahwa dua tersangka tersebut adalah Maya Kusmaya (MK), yang menjabat sebagai Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, serta Edward Corne (EC), yang berperan sebagai VP Trading Operations di perusahaan yang sama.
Menurut Qohar, kedua tersangka, dengan persetujuan tersangka sebelumnya, Riva Siahaan (RS), melakukan pembelian BBM RON 90 atau lebih rendah dengan harga RON 92.
Baca Juga: Gubernur Jabar Copot Dua Kepala Sekolah Karena Adakan Study Tour ke Luar Provinsi
Akibatnya, terjadi pembayaran impor produk kilang dengan harga lebih tinggi yang tidak sesuai dengan kualitas barang.
Selain itu, Maya Kusmaya juga memberikan persetujuan kepada Edward Corne untuk melakukan proses blending atau pencampuran RON 88 dengan RON 92 guna menghasilkan BBM berkualitas RON 92.
Proses tersebut dilakukan di terminal PT Orbit Terminal Merak, yang dimiliki oleh tersangka Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) dan Gading Ramadhan Joedo (GRJ).
Baca Juga: Terungkap Penyebab Kematian Legenda Persebaya Surabaya Bejo Sugiantoro
Lebih lanjut, keduanya juga menggunakan metode pembayaran impor berbasis spot, yaitu penunjukan langsung harga saat itu, yang menyebabkan PT Pertamina Patra Niaga membayar harga lebih tinggi ke mitra usaha.
Padahal, seharusnya metode yang digunakan adalah term atau pemilihan langsung dengan jangka waktu tertentu agar harga lebih wajar.
Mereka juga diduga menyetujui mark up dalam kontrak pengiriman (shipping) yang dilakukan oleh tersangka Yoki Firnandi (YF), sehingga Pertamina Patra Niaga harus membayar fee ilegal sebesar 13–15 persen kepada pihak terkait.
Baca Juga: Tanggapi Isu BBM Oplosan, Pertamina Jelaskan Proses Produksi Pertamax
Akibat tindakan ini, negara mengalami kerugian hingga Rp193,7 triliun, yang berasal dari lima komponen utama, termasuk kerugian ekspor minyak dalam negeri dan impor melalui broker.
Tindakan para tersangka melanggar Peraturan Menteri BUMN serta ketentuan dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Artikel Terkait
Bertemu Hampir 2 Jam, Ini Isi Obrolan Mahathir dan Jokowi
Kemenag Laporkan 53 Persen Kuota Haji Reguler Telah Terisi
Presiden Prabowo Resmi Luncurkan Bank Emas, Berpotensi Buka 1,8 Juta Lapangan Kerja Baru
Tanggapi Isu BBM Oplosan, Pertamina Jelaskan Proses Produksi Pertamax