KALTENGLIMA.COM - Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Nanik S. Deyang menegaskan bahwa pihaknya membuka peluang untuk memproses secara hukum siapa pun yang terlibat dalam pengelolaan dapur Makan Bergizi Gratis (MBG) apabila terbukti ditemukan zat berbahaya di makanan yang diproduksi.
Menurutnya, bila dalam sampel makanan terdapat racun atau bahan yang tidak ada kaitannya dengan pangan, maka baik pengelola, pemilik dapur, maupun Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang bertanggung jawab bisa dipidana.
Nanik menjelaskan bahwa penyelidikan atas sejumlah dapur MBG, terutama yang diduga menghasilkan makanan beracun, masih terus berjalan dengan dukungan pihak kepolisian untuk menelusuri kasus keracunan di berbagai daerah.
Baca Juga: Delapan Tewas dalam Insiden Kebakaran Pabrik di Mesir
Hasil pemeriksaan internal BGN per 26 September 2025 mengungkapkan bahwa sebanyak 45 dapur tidak mematuhi standar prosedur operasional, dan dari jumlah tersebut, 40 dapur telah ditutup sementara hingga ada perbaikan sesuai rekomendasi dan standar yang ditetapkan BGN.
Dapur-dapur ini hanya bisa dibuka kembali setelah proses investigasi tuntas dan terbukti dilakukan perbaikan yang sesuai aturan.
Menanggapi kemungkinan adanya sabotase dalam kasus keracunan, Nanik menyatakan dirinya berharap hal tersebut tidak benar, meskipun BGN tetap melibatkan Badan Intelijen Negara (BIN) untuk mengantisipasi kemungkinan itu.
Dalam penyelidikan, terdapat dua tim yang bekerja, yakni tim gabungan Polri dan BIN serta tim independen yang melibatkan BGN, para ahli, dinas kesehatan, pemerintah daerah, dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Sepanjang Januari hingga September 2025, BGN mencatat sedikitnya 70 insiden terkait keamanan pangan, termasuk kasus keracunan yang berdampak pada 5.914 penerima MBG.
Dari jumlah tersebut, sembilan kasus dengan 1.307 korban terjadi di wilayah I Sumatera seperti di Kabupaten Lebong, Bengkulu, dan Kota Bandar Lampung, Lampung.
Di wilayah II Pulau Jawa tercatat 41 kasus dengan 3.610 penerima MBG terdampak, sedangkan di wilayah III yang mencakup Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Bali, dan Nusa Tenggara terdapat 20 kasus dengan 997 penerima MBG terdampak.
Penyebab utama dari insiden keracunan tersebut berasal dari keberadaan berbagai jenis bakteri, di antaranya e-coli yang ditemukan pada air, nasi, tahu, dan ayam, staphylococcus aureus pada tempe dan bakso, salmonella pada ayam, telur, serta sayuran, bacillus cereus pada menu mie, dan sejumlah bakteri lain seperti coliform, PB, klebsiella, serta proteus dari air yang telah terkontaminasi.
Artikel Terkait
Kemdiktisaintek Minta Kampus Lebih Serius Bina Mahasiswa usai Viral Kasus Unsri
KPK Lakukan Penggeledahan di Rumah Gubernur Kalbar Ria Norsan
Macan Kalsel Tangkap 2 Pelaku Pembunuhan Remaja di Banjarmasin Kurang dari 24 Jam
KPK Ungkap Alasan Belum Panggil Ridwan Kamil Pasca 200 Hari Geledah Rumah