KALTENGLIMA.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan di sejumlah lokasi setelah menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terkait penambahan anggaran tahun 2025 yang dialokasikan pada UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I–VI Dinas PUPR PKPP.
Salah satu lokasi yang digeledah adalah rumah dinas Gubernur Riau. Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa penggeledahan dilakukan sebagai bagian dari penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau.
Ia menegaskan bahwa setiap temuan dari hasil penggeledahan akan disampaikan kepada publik dan meminta semua pihak untuk bersikap kooperatif agar proses penyidikan dapat berjalan lancar dan efektif.
Baca Juga: Harga Emas Antam Melonjak Rp27 Ribu, Kini Tembus Rp2,287 Juta per Gram
Budi juga memastikan bahwa perkembangan kasus akan diinformasikan secara berkala sebagai bentuk transparansi kepada masyarakat.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan pemerasan yang berkaitan dengan penambahan anggaran di Dinas PUPR PKPP Provinsi Riau.
Ketiganya adalah Gubernur Riau Abdul Wahid, Kepala Dinas PUPR PKPP M. Arief Setiawan, dan tenaga ahli Gubernur Riau, Dani M. Nursalam.
Baca Juga: Desa Bukit Sawit Dinobatkan sebagai Desa Antikorupsi Barito Utara
Penetapan status tersangka ini merupakan hasil dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan pada Senin, 3 November 2025. Setelah penangkapan, ketiganya ditahan untuk 20 hari pertama hingga 23 November 2025.
Kasus ini berawal dari proses penambahan anggaran tahun 2025 di UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I–VI, yang meningkat dari Rp71,6 miliar menjadi Rp177,4 miliar.
Dalam prosesnya, muncul dugaan adanya kesepakatan pemberian fee sebesar 2,5 persen yang dibahas di sebuah kafe di kawasan Pekanbaru antara Sekretaris Dinas PUPR PKPP, Ferry Yunanda, dan enam kepala UPT.
Baca Juga: Dukungan Penuh IPSI Barito Utara, Atlet Berlaga di O2SN Dapat Dana Pembinaan
Hasil pembahasan tersebut kemudian dilaporkan kepada M. Arief Setiawan dan Gubernur Abdul Wahid. Namun, Arief diduga meminta peningkatan fee menjadi 5 persen atau sekitar Rp7 miliar serta mengancam akan mencopot kepala UPT yang tidak menyetorkan uang tersebut.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12e, 12f, dan/atau 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Artikel Terkait
Pemerintah Siapkan Perpres Ojek Online, Fokus pada Perlindungan dan Kesejahteraan Pengemudi
KPK Tangkap Gubernur Riau Abdul Wahid, Diduga Pungut Jatah Preman dari Dinas PUPR
Harga Emas Antam Melonjak Rp27 Ribu, Kini Tembus Rp2,287 Juta per Gram
Kasus CSR BI–OJK, KPK Sita Ambulans dan Aset Bernilai Fantastis Rp10 Miliar