KALTENGLIMA.COM - Pemerintah resmi melarang praktik sunat perempuan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 sebagai tindak lanjut dari undang-undang kesehatan terbaru.
Aturan ini tertuang dalam pasal 102 poin a, yang menegaskan penghapusan praktik tersebut sebagai bagian dari upaya kesehatan reproduksi untuk bayi, balita, dan anak prasekolah.
Praktik sunat perempuan telah lama menjadi perdebatan karena tidak memiliki manfaat medis. Dokter spesialis obgyn, Muhammad Fadli, SpOG, menjelaskan bahwa sunat pada perempuan bisa menimbulkan dampak jangka panjang yang negatif, termasuk masalah kesehatan reproduksi.
Baca Juga: Virus Polio Terdeteksi di Gaza, WHO Khawatir
Berbeda dengan laki-laki yang memiliki preputium atau kulit penutup kelamin yang dapat menimbulkan infeksi jika tidak disunat, kelamin perempuan tidak tertutupi preputium dan lebih mudah dibersihkan.
Oleh karena itu, sunat pada perempuan dapat menyebabkan perlukaan yang serius, nyeri hebat, dan pendarahan, terutama pada klitoris yang merupakan bagian paling sensitif dengan banyak pembuluh darah dan ujung saraf.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga telah melarang praktik sunat perempuan, atau yang dikenal sebagai mutilasi genital perempuan (FGM). Diperkirakan sekitar 200 juta anak perempuan di seluruh dunia telah mengalami sunat perempuan.
Baca Juga: Ketahui 8 Gejala Diabetes yang Kerap Muncul saat Bangun Tidur
WHO menyatakan bahwa sunat perempuan adalah prosedur yang melibatkan penghilangan sebagian atau seluruh alat kelamin luar atau cedera lain pada organ genital perempuan tanpa alasan medis.
Prosedur ini tidak memiliki manfaat kesehatan dan dapat menimbulkan risiko serius seperti kematian, pendarahan hebat, masalah buang air kecil, infeksi, komplikasi saat melahirkan, dan peningkatan risiko kematian bayi baru lahir.
Artikel Terkait
Mengurangi Asupan Gula Ternyata Bisa …
Pria Juga Perlu Vaksin HPV, Apasih Manfaatnya?
Alasan Sedot Lemak Bukan Solusi Turunkan BB secara Instan, Ini Kata Dokter!